Di
setiap artikel kesehatan, makanan instan selalu masuk ke dalam
blacklist untuk tidak dikonsumsi. Bukannya diskriminatif, tapi memang
benar ada alasannya kenapa itu harus dijauhi. Seperti mie instan yang
termasuk karbohidrat sederhana sehingga sangat mudah meningkatkan kadar
gula dalam darah dan berefek akan cepat mudah merasa lapar kembali.
Begitu juga dengan snack yang digoreng, yang banyak mengandung radikal
bebas. Di samping itu, proses penggorengan membuat sel darah merah
menggumpal dan membuat tubuh kesulitan untuk mendistribusikan sel darah
merah yang mengandung nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh. Termasuk
juga, burger dan hotdog, karena bahan dasar makanan tersebut, yaitu
sosis dan burger patty, merupakan bahan makanan yang diawetkan.
Nutrisionis Emilia Achmadi mengatakan bahwa ada harga yang harus
dibayar ketika berani mengonsumsi makanan yang cepat diolah dan
disantap ini. Jadi, mulailah bijak untuk memilih makanan mana yang enak
tapi tak baik untuk tubuh, dan mana yang sehat.
Lupa kapan terakhir kali berolahraga
Tubuh diciptakan Tuhan untuk bergerak dan mengeluarkan keringat. Dr.
Phaidon L. Toruan, praktisi gaya hidup sehat, menegaskan hal ini dengan
menekankan olahraga sebagai sebuah kebutuhan, bukan tuntutan. Apalagi
dalam kaitannya dengan kadar gula darah, gula disimpan di dalam sel
lemak, kemudian di dalam sel lemak tersebut gula diubah menjadi lemak.
Bila gula terus dibiarkan menumpuk, maka sel lemak akan bertambah besar,
banyak, dan membuat tubuh gemuk. Bukan hanya bentuk tubuh yang
berubah, namun kontrol gula darah pun ikut berantakan. Karena,
kemampuan sel-sel otot di tubuh untuk menyerap glukosa menjadi
terganggu dan membuat kadar pembakaran glukosa untuk menjadi energi
baru terhambat. Olahraga untuk kesehatan sebenarnya tak mewajibkan yang
rumit dan berbiaya mahal. Dengan rutin jogging selama 45 menit dalam
tiga kali seminggu saja, kamu sebenarnya sudah meningkatkan massa otot
dan mengurangi lemak di pinggung, yang berefek pada membaiknya kadar
gula dalam darah.
Hobi makan makanan manis
Hidangan pencuci
mulut, tren cake yang bergulir bergantian, atau minuman bubble tea yang
jadi perbincangan, adalah sebagian sumber gula yang berada di kehidupan
sehari-hari. Sesekali mengonsumsinya, lalu diseimbangkan dengan
mengurangi konsumsi karbohidrat serta makanan berbahan dasar tepung
terigu, boleh-boleh saja. Namun, apa jadinya tubuh ini kalau kamu dengan
liberal mengonsumsi makanan serta minuman manis tersebut, tapi tak
melakukan apa-apa untuk menghindarkan dirimu dari diabetes? Perlu
diketahui, bahwa gula, terutama gula putih atau gula pasir, adalah jenis
pemanis yang sangat jahat karena sangat cepat meningkatkan kadar gula
dalam darah. Semakin tinggi kadar gula, pankreas akan bekerja semakin
keras untuk menghasilkan insulin, hormon penyeimbang kadar gula agar
gula bisa dimasukkan ke dalam sel tubuh. Jika dalam sehari saja konsumsi
gula yang harus distabilkan oleh pankreas sudah terhitung banyak,
jangan terkejut kalau baru berusia 30 tahunan saja kamu sudah memiliki
masalah dengan kadar gula karena organ tersebut bekerja terlalu keras
selama ini dan produksi insulin yang menjadi “penawar” tak mencukupi
kebutuhan. Mengerikan, bukan? Tapi, bukan berarti yang manis-manis tak
bisa kamu nikmati lagi. Kamu hanya perlu mengganti pemanis yang biasanya
dipilih dengan gula aren atau madu, karena kedua jenis pemanis tersebut
diolah tubuh secara sederhana tanpa harus melibatkan kerja keras
pankreas.
Stress…stress…stress
Istilah ini bukan kata asing lagi untuk siapa saja, apalagi bagi kamu
yang menjalani multiperan sebagai istri, ibu, dan karyawati. Dianggap
remeh, stress atau beban pikiran yang dibiarkan berlarut-larut,
sebenarnya menimbulkan respons tubuh dengan memproduksi hormon stress,
yaitu kortisol. Fungsi hormon ini adalah untuk memecah sumber energi
tubuh, otot, dan lemak, untuk diubah menjadi gula agar stress bisa
teratasi. Nah, bisa disimpulkan dengan logika mudah, kalau semakin lama
stress dibiarkan, maka akan semakin banyak kortisol diproduksi dan
akhirnya menjadikan kadar gula meningkat. Solusi mengelola stress ada
dua, yaitu psikis dan fisiologis. Secara psikis, stress yang sedang
diderita dicari jalan pemecahannya dengan bantuan dari tenaga ahli atau
kerabat dekat. Lalu, itu diimbangi secara fisiologis dengan berolahraga.
Ketika berolahraga, tubuh yang bergerak lalu berkeringat itu akan
membakar lemak, mengurangi beban tubuh, dan meningkatkan hormon
endorphin yang berefek rileksasi dan mengurangi stress. Bisa dibilang,
olahraga sebenarnya jadi obat untuk segala penyakit yang dilakukan oleh
tubuhmu dan untuk kesehatanmu juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar