Jangan harap menemukan ketenangan saat sedang berkumpul
dengan semua teman perempuan. Ya, rasanya nggak berlebihan jika
beberapa orang mengeluarkan pernyataan seperti itu. Walaupun pada
kenyataannya tidak semua perempuan banyak bicara, tapi hampir setiap
perempuan pada umumnya akan lebih senang berbicara dibandingkan dengan
laki-laki.
Sebuah penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas
Maryland menemukan kenyataan bahwa perempuan berbicara 3 kali lipat
lebih banyak daripada laki-laki. Dalam satu hari, rata-rata perempuan
mengeluarkan 13.000 sampai 20.000 kata sedangkan laki-laki hanya 7.000
kata. So, nggak heran kan kalau kita nggak pernah merasa kesepian berada
di sekliling teman-teman perempuan.Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa salah satu sebab yang membuat perempuan memproduksi kata lebih banyak daripada laki-laki adalah adanya kadar satu jenis protein berlebih dalam otak perempuan yang terkait dengan kemampuan berbicara. Sedangkan pada otak laki-laki kadar protein tersebut berjumlah lebih sedikit.
“Hingga saat ini hasil penelitian tentang kemampuan berbicara antara laki-laki dan perempuan masih menjadi perdebatan. Belum ada satupun penelitian yang bersifat mutlak. Hasil satu penelitian dibantah oleh penelitian lainnya. Jadi, semua hasil penelitian masih harus dilihat berdasarkan tempat penelitian dan kecenderungan budaya sekitar yang memengaruhi,” Kushartanti menjelaskan.
Tapi, ketika ditanya ‘ apakah setuju jika dikatakan perempuan lebih cerewet daripada laki-laki’, perempuan yang biasa disapa Kiki ini pun setuju dan mengiyakan bahwa perempuan memang lebih cerewet dari laki-laki. “Ya, saya setuju jika dikatakan perempuan lebih cerewet dari laki-laki karena memang saya pun merasakannya. Tapi, untuk faktor penentu, saya lebih cenderung menyebut bahwa lingkungan dan budaya yang menjadi penyebabnya. Kita ambil contoh saja di lingkungan terdekat. Biasanya saat kita bertemu laki-laki yang agak aktif berbicara, lingkungan sekitar akan memberika respon, ‘Kok jadi laki-laki cerewet sih’. Hal-hal seperti inilah yang akhirnya membuat laki-laki “seolah” malas untuk berbicara banyak,” ujar Kiki, yang saat ini tengah menyelesaikan disertasi mengenai kemampuan berbahasa perempuan dan laki-laki.
Bukan hanya faktor lingkungan dan budaya yang pada akhirnya membentuk perempuan menjadi ‘makhluk cerewet’ karena ternyata orangtua juga memegang peranan penting. “Tidak bisa dipungkiri, orangtua juga banyak berperan dalam membuat kita (perempuan) menjadi lebih aktif berbicara. Saat masih anak-anak, orangtua (khususnya Ibu) biasanya akan berbicara lebih panjang kepada anak perempuannya daripada saat berbicara pada anak laki-lakinya. Ini juga menjadi salah satu faktor yang membuat perbendaharaan kata perempuan lebih banyak dan membuat kita lebih aktif berbicara. Namun, tidak semua perempuan cerewet dan laki-laki pendiam. Ada juga perempuan pendiam dan laki-laki cerewet. Bahwa pada akhirnya si perempuan pendiam bisa menjadi sosok cerewet pada suatu masa, tentu ada satu faktor yang memicunya untuk menjadi cerewet. Dan itu kembali lagi kepada faktor lingkungan sosial dan budaya,” Kiki kembali menjelaskan.
Sebagai perempuan tentu kita nggak pernah meminta untuk dilahirkan lebih aktif berbicara dibandingkan laki-laki, namun ternyata kondisi sosial, budaya, dan anatomi tubuh mendukung kita untuk lebih produktif berkata-kata. Jadi, nggak perlu menyangkal lagi kan kalau suatu saat ada yang bilang kamu bawel. Selama anugerah cerewet dan bawel yang kita miliki tidak mengganggu orang lain dan justru membawa dampak positif serta keuntungan, rasanya nggak perlu marah kan dengan julukan ‘cerewet’ yang diberikan oleh orang-orang di sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar