Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal, khususnya produk farmasi yang bergulir di DPR masih mengundang kontroversi.
Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi mengatakan semua pihak yang
menginginkan adanya sertifikasi halal obat untuk proporsional dan
fleksibel demi kemaslahatan umat. Apalagi obat menyangkut kedaruratan,
hidup dan mati pasien, apa yang tidak halal menjadi boleh.
"Produk farmasi ini dilihat lebih pada gunanya, karena ini menyangkut
hidup mati si pasien," kata Menkes. Ia mengaku sudah berkonsultasi
dengan ahli agama Islam masalah ini.
Menkes mengingatkan bahwa sertifikasi halal untuk makanan dan farmasi adalah sesuatu yang berbeda.
Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai
Rancangan Undang-Undang Sertifikasi Halal yang tengah
dibahas di DPR
akan makin merepotkan kalangan pengusaha. Regulasi itu, menurut Sofjan,
akan saling tumpang tindih lantaran pengaturan soal haram sudah dipegang
oleh MUI.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memastikan setiap produk
obat yang beredar telah melakukan skrining pre market obat (sebelum
disetujui beredar) menggunakan kriteria penilaian keamanan, khasiat dan
mutu sesuai standar internasional.
"Bahan yang bersumber dari hewani harus menyebutkan secara jelas
asalnya dan menyertakan sertifikat halal bila diperlukan," ujar Deputi
Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) RI, Retno Tyas Utami di Jakarta, Senin (4/11/2013).
Bila dalam formula ada bahan bersumber dari hewan yang termasuk tidak
halal maka produknya harus mengikuti ketentuan pencantuman label yang
berlaku dengan menyebut sumber hewan tersebut.
"Badan POM
melakukan audit kepada produsen untuk memastikan Cara Pembuatan yang
Baik (CPOB) diterapkan secara konsisten oleh produsen," katanya.
Sertifikat
izin edar diberikan bila produk telah memenuhi ketiga kriteria melalui
serangkaian pengujian bukti-bukti yang valid dari aspek keamanan,
khasiat dan mutu.
Terkait RUU Jaminan Produk Halal (JPH), ia
mengatakan masukan Badan POM sudah diserahkan ke Kementerian Kesehatan
dan diadopsi sebagai masukan pemerintah bidang Kesehatan.
"Apabila
ada obat yang sudah terdaftar di BPOM, yang ingin mencantumkan halal
dalam labelnya, harus mendaftar ke MUI untuk sertifikasi halal. Badan
POM hanya memberikan persetujuan pencantuman saja setelah ada sertifikat
dari MUI," tegas Retno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar