Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan
revolusi industri 4.0? Secara singkat, pengertian industri 4.0 adalah
tren di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan
teknologi cyber.
Pada industri 4.0,
teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran
data. Hal tersebut mencakup sistem cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif.
Tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk ekonomi,
dunia kerja, bahkan gaya hidup manusia itu sendiri. Singkatnya,
revolusi 4.0 menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan
berbagai bidang kehidupan manusia.
Prinsip Rancangan Industri 4.0
Dikutip
dari Wikipedia, revolusi industri 4.0 memiliki empat prinsip yang
memungkinkan setiap perusahaan untuk mengidentifikasi dan
mengimplementasikan berbagai skenario industri 4.0, diantaranya adalah:
- Interoperabilitas (kesesuaian); kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia untuk terhubung dan saling berkomunikasi satu sama lain melalui media internet untuk segalanya (IoT) atau internet untuk khalayak (IoT).
- Transparansi Informasi; kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data sensor.
- Bantuan Teknis; pertama kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia mengumpulkan data dan membuat visualisasi agar dapat membuat keputusan yang bijak. Kedua, kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia melakukan berbagai tugas yang berat, tidak menyenangkan, atau tidak aman bagi manusia.
- Keputusan Mandiri; kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan dan melakukan tugas semandiri mungkin.
Sudah Siapkah Menghadapi Revolusi Industri 4.0?
Revolusi
industri 4.0 akan membawa banyak perubahan dengan segala
konsekuensinya, industri akan semakin kompak dan efisien. Namun ada pula
risiko yang mungkin muncul, misalnya berkurangnya Sumber Daya Manusia
karena digantikan oleh mesin atau robot.
Dunia
saat ini memang tengah mencermati revolusi industri 4.0 ini secara
saksama. Berjuta peluang ada di situ, tapi di sisi lain terdapat berjuta
tantangan yang harus dihadapi.
Apa sesungguhnya revolusi industri 4.0? Prof. Klaus Martin Schwab,
teknisi dan ekonom Jerman, yang juga pendiri dan Executive Chairman
World Economic Forum, yang pertama kali memperkenalkannya. Dalam
bukunya The Fourth Industrial Revolution (2017),
ia menyebutkan bahwa saat ini kita berada pada awal sebuah revolusi
yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja dan berhubungan
satu sama lain.
Perubahan
itu sangat dramatis dan terjadi pada kecepatan eksponensial. Perubahan
yang sangat berpengaruh dalam kehidupan di banding era revolusi industri
sebelumnya. Pada revolusi Industri 1.0, tumbuhnya mekanisasi dan energi
berbasis uap dan air menjadi penanda.
Tenaga
manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Mesin uap pada abad
ke-18 adalah salah satu pencapaian tertinggi. Revolusi 1.0 ini bisa
meningkatkan perekonomian yang luar biasa. Sepanjang dua abad setelah
revolusi industri pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat
enam kali lipat.
Revolusi Industri
2.0 perubahannya ditandai dengan berkembangnya energi listrik dan motor
penggerak. Manufaktur dan produksi massal terjadi. Pesawat telepon,
mobil, dan pesawat terbang menjadi contoh pencapaian tertinggi.
Perubahan
cukup cepat terjadi pada revolusi Industri 3.0. Ditandai dengan
tumbuhnya industri berbasis elektronika, teknologi informasi, serta
otomatisasi. Teknologi digital dan internet mulai dikenal pada akhir era
ini. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan berkembangnya Internet of/for Things, kehadirannya begitu cepat.
Banyak
hal yang tak terpikirkan sebelumnya, tiba-tiba muncul dan menjadi
inovasi baru, serta membuka lahan bisnis yang sangat besar. Munculnya
transportasi dengan sistem ride-sharing seperti Go-jek, Uber, dan Grab.
Kehadiran revolusi industri 4.0 memang menghadirkan usaha baru,
lapangan kerja baru, profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya.
Pendapat Ahli Tentang Revolusi Industri 4.0
Ada beberapa pendapat para ahli tentang revolusi industri 4.0, yang pertama menurut Jobs Lost, Jobs Gained: Workforce Transitions in a Time of Automation, yang dirilis McKinsey Global Institute (Desember 2017), pada 2030 sebanyak 400 juta sampai 800 juta orang harus mencari pekerjaan baru, karena digantikan mesin.
Pendapat
yang kedua, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang
P.S. Brodjonegoro, mempunyai pendapat yang sama dengan McKinsey &
Co. Menurutnya, memasuki revolusi industri 4.0 Indonesia akan kehilangan 50 juta peluang kerja.
Pendapat
yang ketiga, menurut menteri Perindustrian Airlangga Hartarto,
sebaliknya. Revolusi industri 4.0 justru memberi kesempatan bagi
Indonesia untuk berinovasi. Revolusi yang fokus pada pengembangan
ekonomi digital dinilai menguntungkan bagi Indonesia. Pengembangan
ekonomi digital adalah pasar dan bakat, dan Indonesia memiliki keduanya.
Ia tidak sependapat bahwa revolusi industri 4.0 akan mengurangi tenaga
kerja, sebaliknya malah meningkatkan efisiensi.
Program Making Indonesia 4.0
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan meluncurkan program Making Indonesia 4.0 yang merupakan peta jalan (roadmap) terintegrasi dan kampanye untuk mengimplementasikan strategi menghadapi era revolusi industri ke-4 (Industry 4.0). Roadmap tersebut akan diluncurkan pada 4 April 2018.
Sebagai langkah awal dalam menjalankan Making Indonesia 4.0, terdapat lima industri yang menjadi fokus implementasi industri 4.0 di Indonesia, yaitu:
- Makanan dan minuman
- Tekstil
- Otomotif
- Elektronik
- Kimia
Lima
industri ini merupakan tulang punggung, dan diharapkan membawa pengaruh
yang besar dalam hal daya saing dan kontribusinya terhadap ekonomi
Indonesia menuju 10 besar ekonomi dunia di 2030. Kelima sektor inilah
yang akan menjadi contoh bagi penerapan industri 4.0, penciptaan
lapangan kerja baru dan investasi baru berbasis teknologi.
Industri
4.0 di Indonesia akan menarik investasi luar negeri maupun domestik di
Indonesia, karena industri di Indonesia lebih produktif dan sanggup
bersaing dengan negara-negara lain, serta berusaha semakin baik yang
disertai dengan peningkatan kemampuan tenaga kerja Indonesia dalam
mengadopsi teknologi. Revolusi mental juga harus dijalankan, mulai dari
mengubah mindset negatif dan ketakutan terhadap industri 4.0 yang akan mengurangi lapangan pekerjaan atau paradigma bahwa teknologi itu sulit.
Kita
harus berusaha untuk terus-menerus meningkatkan kemampuan belajar,
ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan era industri 4.0, sehingga kita
akan mempunyai daya saing yang lebih kuat. Kita tentu berharap industri
4.0 tetap dalam kendali. Harus tercipta kesadaran bersama baik oleh
pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, bahwa perubahan besar dalam
industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
Dengan
segala potensi yang ada kita harus menjadi pelaku aktif yang mendapat
manfaat atas perubahan besar itu. Tantangan ke depan adalah
meningkatkan skill tenaga kerja di Indonesia, mengingat 70%
angkatan kerja adalah lulusan SMP. Pendidikan sekolah vokasi menjadi
suatu keharusan agar tenaga kerja bisa langsung terserap ke industri.
Selain
itu Pemerintah perlu meningkatkan porsi belanja riset baik melalui
skema APBN atau memberikan insentif bagi Perguruan Tinggi dan perusahaan
swasta. Saat ini porsi belanja riset Indonesia hanya 0,3% dari PDB di
tahun 2016, sementara Malaysia 1,1% dan China sudah 2%. Belanja riset
termasuk pendirian techno park di berbagai daerah sebagai pusat sekaligus pembelajaran bagi calon-calon wirausahawan di era revolusi industri 4.0.
Harapannya
tingkat inovasi Indonesia yang saat ini berada diperingkat 87 dunia
bisa terus meningkat sehingga lebih kompetitif di era transisi teknologi
saat ini. Kesimpulannya revolusi industri 4.0 bukanlah suatu kejadian
yang menakutkan, justru peluang makin luas terbuka bagi anak bangsa
untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
sumber :
https://www.maxmanroe.com/revolusi-industri-4-0.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar