Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi dalam Pembelajaran
- Pendahuluan
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu.
Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau
sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan
seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B,
maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan
seseorang atau tempat ke dalam angka. karenanya, dapat dipahami bahwa
pengukuran itu bersifat kuantitatif
Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana dikemukakan Anas Sudijono
(1996: 4) ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan
untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2)
pengukuran untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar
serta (3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini
dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan
belajar dan lain sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana
disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa
yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu
tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka,
mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang
sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan
penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik
yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka
sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri
manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka.
Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil
mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran
khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara
mengukur dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini
dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil
yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang
juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang
karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan
informasi tentang karakteristik afektif obyek.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau
usaha memperoleh deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang
peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran
berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif.
Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek
tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Berikut ini akan
dikutip beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa ahli
pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan
beberapa penulis.
Penilaian dalam Pembelajaran
- Pengertian Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem
pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari
nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem
penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan
mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada
gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran.
Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan
motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah
lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari
hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya,
menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan
atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21)
penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah
selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian
dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil
jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat
dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan
kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini
dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang
berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal.
Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua
orang namun waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui
dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang
mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana
posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes
tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan
seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk
menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus
berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah
ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan
untuk ujian-ujian praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat
dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda
sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40
km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan
tersebut adalah sepeda dan mobil.
- Ruang Lingkup Aspek Penilaian
Hasil belajar siswa, bila diklasifikasikan berdasarkan taxonomy Bloom
meliputi; aspek kognitif, sikap dan keterampilan. Oleh karena itu,
penilaian hasil belajar juga harus bersifat komprehensif (menyeluruh)
meliputi ketiga aspek di atas. Disamping itu, proses belajar mengajar
(pembelajaran) yang ditempuh oleh guru dan siswa juga harus mendapat
perhatian dalam penilaian ini. Sebagai bahan masukan untuk perbaikan
proses pembelajaran berikutnya.
Secara umum bentuk-bentuk soal yang digunakan untuk menilai aspek
kognitif dapat diklasifikasikan ke dalam lima bentuk soal, yaitu (a)
soal bentuk pilihan ganda, (b) soal bentuk benar salah, (c) soal
menjodohkan, (d) uraian /jawaban singkat, dan (e) soal bentuk uraian
bebas ( free essay). Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang
diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan
jawabannya, peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda,
benar salah, menjodohkan) dan ada soal yang tidak disediakan jawabannya
(uraian). Kemudian dilihat dari segi cara pemberian skornya, dibedakan
ke dalam soal yang bersifat objektif dan soal yang bersifat subjektif.
Sikap merupakan bagian dari hasil belajar, dengan demikian sikap
dapat dibentuk, diarahkan, dipengaruhi dan dikembangkan. Sikap seorang
siswa menentukan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi yang dihadapi
dan menentukan apa yang dicari dan diperjuangkan dalam kehidupannya.
Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek
tersebut muncul setelah ia mempelajari, mengamati dan mengenali objek
itu. Ada dua kemungkinnan sikap individu terhadap suatu objek yang
dipelajarinya, sikap positif atau sikap negatif.
Sikap positif muncul apabila individu itu memandang objek tersebut
bernilai dan akan muncul sikap negatif apabila individu memandang objek
tersebut bukan saja tidak bernilai, juga mmerugikan. Sikap siswa dapat
dibentuk melalui pengalaman yang berulang-ulang, imitasi (peniruan),
identifikasi (mengenali secara mendalam) dan sugesti.
Untuk mengukur hasil belajar aspek sikap, paling tepat menggunakan
instrumen sekala sikap. Yaitu sejenis angket tertutup dimana
pertanyaan/pernyataan mengandung sifat nilai-nilai sikap yang menjadi
tujuan pengajaran. Salah satu jenis sekala sikap yang banyak digunakan
adalah sekala Likert.
Penilaian penampilan (keterampilan) berkenaan dengan hasil pengajaran
yang berkaitan dengan aspek keterampilan. Seperti halnya dengan jenis
penilaian yang lain, hakekat penilaian penampilan terutama ditentukan
oleh karakteristik hasil belajar yang akan diukur. Penilaian penampilan
mengacu kepada prosedur melakukan suatu kegiatan dan atau mengacu kepada
hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Dengan kata lain, mengukur
tingkat kemahiran tingkat keterampilan seseorang tentang suatu kegiatan
bisa dilihat pada saat seseorang sedang melakukan kegiatan atau dilihat
dari hasil/produk dari kegiatan tersebut.
Walaupun pengukuran pengetahuan dapat menggambarkan kemampuan peserta
didik melakukan sesuatu kegiatan dalam situasi tertentu, namun
penilaian penampilan diperlukan untuk menilai kemampuan yang sebenarnya.
Meskipun penilaian penampilan amat diperlukan, namun seringkali
diabaikan dalam penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan:
Pertama, banyak guru/penilai yang beranggapan bahwa untuk
mengukur penampilan peserta didik cukup dilakukan melalui tes
pengetahuan saja. Padahal yang sesungguhnya, tes pengetahuan hanya tepat
jika penilai ingin mengukur apa yang diketahui peserta didik tentang
sesuatu, sedangkan jika ingin mengetahui sejauhmana kemahiran peserta
didik didalam menampilkan suatu kegiatan, yang harus digunakan adalah
tes penampilan. Dengan demikian skor tes pengetahuan jelas tidak dapat
dipakai untuk menggambarkan keterampilan penampilan peserta didik. Kedua,
pelaksanaan penilaian relatif lebih sukar dibandingkan penilaian
terhadap aspek pengetahuan. Tes penampilan memerlukan waktu lebih banyak
untuk mempersiapkan dan melaksanakannya serta pemberian skornya sering
subjektif dan membebani.
Mutu hasil penilaian penampilan akan sangat tinggi apabila menempuh
prosedur yang benar dan sistematis. Adapun prosedur penilaian penampilan
secara umum meliputi : (l) memilih topik / pokok bahasan, (2)
merumuskan tujuan pembelajaran/pelatihan, (3) mengidentifikasi
penampilan yang hendak diukur, (4) memilih jenis tes yang digunakan, (5)
merumuskan instruksi (suruhan) kegiatan yang harus dilakukan oleh
peserta didik, dan (6) membuat format penilaian.
Penilaian terhadap proses seringkali diabaikan, setidaknya tidak
mendapat porsi yang seimbang dengan penilaian terhadap hasil. Padahal
pendidikan tidak berorientasi kepada hasil semata, tetapi juga kepada
proses. Terlebih-lebih saat ini sedang digalakan sistem pembelajaran
yang menekankan kepada keterampilan proses, dimana kegiatan siswa di
dalam mencari dan mengolah informasi materi pelajaran mendapat porsi
yang sangat tinggi (student centre). Penilaian terhadp hasil belajar
semata tanpa menilai proses, cenderung siswa menjadi kambing hitam
kegagalan pendidikan. Padahal tidak menutup kemungkinan penyebab
kegagalan itu adalah lemahnya proses pengajaran, dimana guru sebagai
penanggung jawabnya.
Tujuan penilaian proses belajar mengajar lebih ditekankan kepada
perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar, terutama
berkaitan dengan efisiensi, efektiivitas dan produktivitas kegiatan
tersebut dalam mencapai tujuan pengajaran. Teknik dan instrumen yang
sering diigunakan untuk menilai proses ini adalah teknik observasi.
- Langkah-Langkah Pengembangan Penilaian Pembelajaran
Agar dapat memperoleh hasil yang efektif penilaian hasil belajar
perlu direncanakan secara sistematis sehingga jelas abilitas yang hendak
diukur, materi, alat dan interpretasi penilainnya. Beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi hasil belajar yaitu,
(1) pengambilan sampel dan pemilihan butir soal, (2) tipe tes yang akan
digunakan, (3) aspek yang akan diuji, (4) format butir soal, (5) jumlah
butir soal, (6) distribusi tingkat kesukaran butir soal.
Empat langkah pokok dalam pengembangan penilaian pembelajaran yaitu:
- menentukan tujuan tes,
- mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur,
- membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi tes), dan
- menulis soal yang relevan dengan kisi-kisi tes.
Kemudian dalam menentukan bentuk soal mana yang akan digunakan, perlu
mempertimbngkan hal-hal berikut (1) karakteristik mata pelajaran yang
akan diujikan, (b) tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa,
(3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi, (4) usia dan
tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes, dan (5)
besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes .
Kualitas tes khususnya yang berkaitan dengan validtas dan
reliabilitas tes, banyak ditentukan oleh prosedur yang ditempuh dalam
pengembangannya. Mulai dari penentuan tujuan penilaian, pengambilan
sampel bahan tes, penentuan abilitas yang hendak diukur, penentuan
bentuk dan format tes, penggunaan bahasa dan kalimat yang digunakan
dalam penulisan butir soal, teknik pengolahan dan analisis hasil
penilaian. Karakteristik tujuan dan materi pelajaran juga menentukan
bentuk dan format tes yang harus dikembangkan. Mengukur kemampuan aspek
pengetahuan berbeda caranya dengan mengukur kemampuan aspek
keterampilan dan sikap, demikian pula mengukur kemampuan siswa dalam
pelajaran bahasa berbeda dengan mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran
ilmu pasti. Adapun langkah-langkah umum pengembangan alat penilaian
adalah sebagai berikut :
- Mengidentifikasi kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta tujuan pengajaran
Pada tahap ini guru menginventarisir kompetensi apa yang diharapkan
dimiliki oleh siswa, pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang
telah diberikan kepada siswa serta tujuan khusus maupun tujuan umum
dalam setiap bidang studi/mata pelajaran dalam satuan waktu tertentu
sesuai dengan peruntukan test. Misalnya, satu catur wulan, satu tahun
atau satu satuan jenjang pendidikan seperti EBTA
- Menentukan sample aspek kemampuan yang akan diukur
Dari sekian banyak pokok bahasan/sub pokok dan tujuan pengjaran,
diambil sebagian unuk dikembnagkan ke dalam alat penelitian (test)
sesuaui dengan jumlah soal yang dibutuhkan dan waktu yang tersedia untuk
test tersebut. Penentuan sample tersebut harus dilakukan dengan cermat
sehingga dapat mewakili atau mencerminkan ruang lingkup kemampuan siswa
yang sebenarnya.
- Membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi test
Pada intinya kisi-kisi test ini merupakan gambaran mengenai ruang
lingkup dan isi dari apa yang akan ditestkan, serta memberikan perincian
mengenai penyebaran soal-soal dalam setiap jenjang/aspek kemampuan ke
dalam bentuk soal yang akan dikembangkan (pilihan ganda, menjodohkan,
benar salah atau uraian).
Kisi-kisi ini disusun berdasarkan hasil penyampelan ruang lingkup
materi test yang telah ditetapkan pada langkah kedua ( poin b ).
Format kisi-kisi beragam bentuknya, namun pada intinya menyangkut
unsur-unsur; identitas sekolah dan bidang studi, tujuan umum, pokok/sub
pokok bahasan yang akan ditestkan, bentuk soal yang akan dikembangkan,
dan jumlah soal atau panjang test. Format kisi-kisi ini biasanya
berbentuk matrik.
- Penulisan soal
Mengacu pada kisi-kisi yang telah dibuat, langkah selanjutnya adalah
menulis soal pada setiap pokok bahasan dan setiap unsur kemampuan sesuai
dengan yang telah dientukan dalam kisi-kisi. Setiap pertanyaan yang
harus dijawab dan setiap suruhan yang harus dilakukan oleh setiap
peserta test dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas apa yang
ditanyakan dan jawaban apa yang dituntut dari peserta test.
Untuk memperoleh rumusan soal yang baik, setelah soal itu ditulis
hendaknya diadakan review dan revisi sampai merasa yakin bahwa rumusan
soal tersebut sudah tepat menurut kaidah-kaidah penulisan soal.
Bila semua soal telah dirumuskan maka kegiatan selanjutnya menyusun
atau mengorganisir soal-soal tersebut menjadi sebuah test. Penetuan
nomor soal sebaiknya diacak agar skor yang diperoleh dari test tersebut
dapat dipercaya. Langkah-langkah dalam penulisan soal ini meliputi;
merumuskan definisi konsep materi yang akan diteskan, merumuskan
definisi oprasional dari konsep yang telah ditetapkan, menentukan
indikator-indikator dan menulis butir soal.
- Pelaksanaan/penyajian test
Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta
telah diperbanyak sesuai dengan jumlah peserta test, kemudian test
tersebut disajikan kepada peserta test. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan test antara lain : waktu yang harus disediakan untuk
mengerjakan test, petunjuk cara mengerjakan soal, pengaturan posisi
tempat duduk siswa, dan menjaga ketertiban dan ketenagaan suasana kelas,
sehimga peserta test dapat mengerjakan soal-soal tersbut dengan penuh
konsentrasi.
- Pemeriksaan hasil test
Hasil jawaban peserta test hendaknya diperiksa dengan cermat dan
diberi skor sesuai dengan petunjuk/pedoman penskoran yang telah
ditetapkan. Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal biasanya
berbeda-beda. Oleh karena itu pedoman penskoran harus ditentukan
terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban atau rambu-rambu jawaban yang
diinginkan beserta pembobotan skornya, sediakan waktu dan tenaga yang
cukup leluasa sehingga tidak terburu-buru terutama dalam pemeriksaan
hasil test soal bentuk uraian.
- Pengolahan dan penafsiran hasil test
Skor yang diperoleh dari test dapat diolah dalam berbagai tekhnik
pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata skor,
standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan batas
lulus, mentransper skor ke dalam nilai baku (skala 10, skala 4, dan
lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil test yaitu berdasarkan
acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN). Acuan
patokan untuk mendeskripsikan tingkat penguasaan siswa terhadap materi
yang ditestkan., sedangkan acuan norma untuk melihat kedudukan diantara
siswa/peserta test. Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung
kepada tujuan dari pelaksanaan test.
- Penggunaan hasil test
Penggunaan hasil test ini sangat erat kaitannya dengan tujuan test
tersebut, apakah untuk tujuan formatif, sumatif, diagnostik, atau
penempatan. Hasil penilaian in sangat berguna terutama sebagai bahan
perbaikan program pengajaran, melihat tingkat ketercapaian kurikulum,
memotivasi belajar siswa, bahan laporan kepada orang tua siswa dan
sebagai bahan laporan kepada atasan untuk kepentingan supervisi dan
monotoring program serta sebagai bahan penyusunan progran berikutnya
sebagai tindak lanjut.
- Teknik dan Alat Penilaian
Secara umum alat penilaian dapat dikelompokan kedalam dua kelompok , alat penilaian bentuk tes dan alat penilaian bukan tes.
- Bentuk Tes
Dari segi pelaksanaannya, tes dibagi kedalam tiga kategori; tes
tulisan, tes lisan dan tes tindakan. Dari segi bentuk soal dapat
diklasifikasikan ke dalam lima bentuk soal, yaitu (a) soal pilihan
ganda, (b) soal benar salah, (c) soal menjodohkan, (d) uraian /jawaban
singkat, dan (e) soal bentuk uraian bebas ( free essay). Dilihat dari
segi cara atau pola jawaban yang diberikan, soal dapat dibedakan ada
soal yang telah disediakan jawabannya, peserta tes tinggal memilih
jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan ada soal
yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari segi
cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat objektif
dan soal yang bersifat subjektif.
Agar informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang
dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya,
sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat
keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran, maka tes yang
digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik.
Karakteristik tes yang baik menurut Hopkins dan Antes adalah tes
tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif.
Keseimbangan dan kehususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan
validitas, objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan
berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan
antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh prangkat tes yang
seimbang (proporsional) , dapat dilakukan dengan cara membuat tabel
spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke
dalam perangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik
dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus
pembelajaran, selanjutnya dijadikan dasar perumusan butir soal. Dengan
cara-cara di atas, dapat diharapkan butir-butir soal yang dirumuskan
dapat menjadi sampel yang representatif dalam perangkat tes itu.
Ebel mengemukakan lebih terinci lagi, ada 10 kriteria perangkat tes
yang baik; (1) relevansi, yaitu kesesuaian antara tes yang dikembangkan
dengan kurikulum yang telah ditentukan, (2) keseimbangan antara tujuan
pembelajaran khusus dengan jumlah butir soal yang mewakilinya, (3)
efisien baik dalam pelaksanaan tes, pemberian skor dan
pengadministrasiannya, (4) objektif dalam pemberian skor dan penafsiran
hasilnya, (5) spesifikasi, yaitu tes hanya mengukur hal-hal khusus yang
telah diajarkan, (6) tingkat kesukaran butir soal berada disekitar
indeks 0,50 (7) memiliki kemampuan untuk membedakan antara kelompok
siswa yang pandai dengan kelompok siswa yang assor, (8) memiliki
tingkat reliabilitas yang cukup tinggi, (9) kejujuran dan keadilan dalam
pelaksanaan evaluasinya, (10) memiliki kecepatan (speed) yang wajar
dalam penyelesaian tesnya.
- Bentuk Non Tes
- Wawancara dan Quistioner
Sebagai alat penilaian, wawancara dan quistioner sangat efektif untuk
menilai hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pendapat, keyakikan,
aspirasi, 17harapan, prestasi, keinginan dan lain-lain. Sebagai alat
penilaian, wawancara memiliki kelebihan yaitu dapat berkomunikasi
langsung dengan siswa, sehingga siswa dapat mengungkapkan jawaban dengan
lebih bebas dan mendalam. Disamping itu, melalui wawancara dapat dibina
hubungan yang lebih baik. Ada dua macam wawancara, pertama wawancara
yang berstruktur dan yang kedua wawancara tidak berstruktur/bebas.
Seperti halnya wawancara, quistioner juga memiliki kelebihan yaitu
bersifat praktis, hemat waktu dan tenaga. Namun demikian, questioner
memiliki kelemahan yang mendasar, yaitu seringkali jawaban yang
diberikan tidak objektif, siswa memberi jawaban yang pura-pura.
Wawancara juga ada dua macam, yang berstruktur dan tidak berstruktur.
Yang berstruktu setiap pertanyaan sudah disediakan jawabannya, siswa
tinggal memilih/mencocokannya. Sedangkan yang tidak berstruktur siswa
diberi kesempatan untuk mengungkapkan jawabannya sendiri.
- Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat atau perhatian,
yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden yang
hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang
digunakan.
Ada dua jenis sekala yang sering digunakan untuk menilai proses dan
hasil belajar siswa, yaitu sekala sikap dan sekala penilaian.
- Skala sikap
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan seseorang berprilaku.
Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap stimulus yang
datang pada dirinya. Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap
seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa katagori sikap, yakni
mendukung, menolak atau netral.
Ada tiga komponen sikap yakni kognisi (berkenaan dengan pengetahuan
tentang objek), afeksi (berkaitan dengan perasaan terhadap objek), dan
konasi (berkaitan dengan kecenderungan berprilaku terhadap objek itu).
Ada beberapa bentuk skala yang biasa digunakan untuk menilai derajat
sifat nilai sikap seseorang terhadap suatu objek , antara lain :
- Menggunakan bilangan , untuk menunjukan tingkat-tingkat dari sifat (objek ) yang dinilai. Misalnya, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
- Menggunakan frekuensi terjadinya/timbulnya sikap itu. Misalnya; selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah.
- Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif. Misalnya; bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Atau istilah-istilah; sangat setuju, stuju, tidak punya pendapat, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.
- Menggunakan istilah-istilah yang menunjukan status/ kedudukan. Misalnya; paling rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan paling tinggi.
- Menggunakan kode bilangan atau huruf. Misalnya; selalu diberi kode 5, kadang-kadang 4, jarang, 3, jarang sekali 2, dan tidak pernah diberi kode bilangan 1.
- Skala penilaian,
Skala penilaian mengukur penampilan atau prilaku siswa melalui
pernyataan prilaku pada sutu titik kontinum atau suatu katagori yang
bermakna nilai. Titik atau kategori itu diberi rentangan nilai dari yang
tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa berupa hurup abjad
(A, B, C, D) atau angka (1,2,3 4). Hal yang harus diperhatikan adalah
kriteria sekala nilai, yakni penjelasan oprasional untuk setiap
alternatif jawaban.
Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses,
misalnya proses belajar pada siswa, atau hasil belajar yang berbentuk
prilaku (performance), seperti hubungan sosial diantara siswa atau
cara-cara memecahkan masalah.
- Observasi
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang dapat
diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situsi buatan.
Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar
seperti:tingkah laku siswa pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan
tugas dan lain-lain.
Ada tiga jenis observasi yaitu observasi langsung, observasi dengan
menggunakan alat (tidak langsung) dan observasi partisipasi. Ketiga
jenis observasi itu digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan dari
kegiatan observasi tersebut.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan penilaian dengan menggunakan teknik observasi adalah sebagai berikut:
- Tentukan aspek kegiatan yang akan diobservasi. Aspek kegiatan ini mungkin berkaitan dengan kegiatan siswa secara individu, kegiatan siswa secara kelompok, interaksi guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan siswa dan lain sebagainya.
- Menentukan pedoman observasi yang akan digunakan. Tentukan bentuk pedoman observasi yang akan digunakan, apakah bentuk bebas (tidak perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang nampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai alternatif jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator setiap jawaban sebagai pedoman dalam pelaksanaanya nanti.
- Melaksanakan observasi, yaitu mencatat tingkah laku yang terjadi pada saat kegiatan berlangsung. Cara dan teknik pencatatannya sesuai dengan format atau bentuk pedoman observasi yang digunakan.
- Mengolah hasil observasi.
- Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang
dipandang memiliki kasus tertentu. Misalnya mempelajari anak yang sangat
bandel/nakal, sangat rajin, sangat piter, atau sangat lamban dalam
belajar. Kasus-kasus tersebut dipelajari secara mendalam, yaitu
mengungkap segala variabel yang diduga menjadi penyebab timbulnya
prilaku atau keadaan khusus tadi dalam kurun waktu tertentu. Tekanan
utama dalam studi kasus adalah mencari tahu mengapa individu melakukan
sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan.
Kelebihan studi kasus sebagai alat penilaian adalah subjek dpelajari
secara mendalam dan menyeluruh, sehingga karakter individu tersebut
dapat diketahui dengan selengkap-lengkapnya. Namun demikian, studi kasus
sifatnya sangat subjektif, artinya informasi yang diperoleh hanya
berlaku untuk individu itu saja, tidak dapat digeneralisir untuk
individu lain sekalipun memiliki kasus yang hampir sama.
- Sosiometri
Banyak ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Ia nampak murung,
mengasingkan diri, mudah tersinggung, atau bahkan oper acting. Hal ini
bisa dilihat ketika siswa sedang bermain atau sedang mengerjakan
tugas-tugas kelompok. Gejala-gejala tersebut menunjukan adanya kekurang
mampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kondisi ini
perlu diketahui oleh guru dan dicarikan upaya untuk memperbaikinya,
karena kondisi seperti itu dapat mengganggu proses belajarnya. Salah
satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik ini dapat
diketahui posisi siswa dalam hubungan sosialnya dengan siwa lainnya.
Misalnya ada siswa yang terisolasi dari kelompoknya, siswa yang paling
disukai oleh teman-temannya, siswa yang memiliki hubungan mata rantai,
dan sebagainya.
Sosio metri dapat dilakukan dengan cara menyuruh siswa di kelas untuk
memmilih satu atau dua teman yang paling disukainya. Usahakan tidak
terjadi kompromi untuk saling memilih diantara siswa. Atau dapat pula
siswa disuruh memilih siswa yang kuarang disukainya. Dengan cara di
atas, dapat diketahui siswa-siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam
penyesuaian diri dengan lingkungannya, kemudian diberi bantuan.
- Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan
Pendekatan penilaian yang membandingkan hasil pengukuran seseorang
dengan hasil pengukuran yang diperoleh orang – orang lain dalam
kelompoknya, dinamakan Penilaian Acuan Norma (Norm–Refeereced Evaluation).
Dan pendekatan penilaian yang menbanding hasil pengukuran seseorang
dengan patokan “batas lulus” yang telah ditetapkan, dinamakan Penilaian
Acuan Patokan (Criterian–refenced Evaluation).
- Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah nilai sekelompok peserta didik
(siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat
penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada
perolehan nilai di kelompok itu. Penilaian Acuan Norma (PAN) dilakukan
dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya.
Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas/kelompok dipakai
sebagai dasar penilaian. Dalam penggunaan penilaian acuan norma,
prestasi belajar seorang sisiwa dibandingkan dengan siswa lain dalam
kelompoknya. (Suharsini Arikunto,2010,237).
Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma
adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok;
nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai
siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”.
Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau
kebutuhan pada waktu tersebut. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Norma
tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi
pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik
(peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
- Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar
mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan
terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk
membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti
tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain
dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana
dilakukan pada PAN.
Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut
“Tingkat Penguasaan Minimum”. Mahasiswa yang dapat mencapai atau bahkan
melampaui batas ini dinilai “lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak
lulus” mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh pelajar yang lebih
tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan
belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu.
Patokan yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini
pengertian yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama
untuk hasil pengukuran yang diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok
yang sama ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan. Yang menjadi
hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang
benar-benar tuntas.
- Evaluasi dalam Pembelajaran
- Pengertian Evaluasi
Ada tiga hal yang saling berkaitan dalam kegiatan evaluasi
pembelajaran yaitu evaluasi, pengukuran dan tes. Ketiga istilah itu
sering disalahartikan sehingga tidak jelas makna dan kedudukannya.
Gronlund mengemukakan evaluasi adalah suatu proses yang
sistematis dari pengumpulan, analisis dan intrepretasi informasi/data
untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran.
Hopkins dan Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus
menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program
pendidikan dan proses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat
perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan
efektivitas program.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, dan tes
merupakan salah satu alat atau bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih
membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa angka-angka)
tentang kemajuan belajar siswa (learning progress) sedangkan
evaluasi atau penilaian bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi
pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai
suatu objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan kepada hasil pengamatan (qualitative description). Yang didasarkan kepada hasil pengukuran (measurement) dan bukan didasarkan kepada hasil pengukuran (non-measurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai.
Mursell mengatakan ada tiga hal pokok yang dapat di evaluasi dalam
pembelajaran, yaitu (a) hasil langsung dari usaha belajar, (b) transfer
sebagai akibat dari belajar, dan (c) proses belajar itu sendiri. Hasil
dari usaha belajar nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik
secara subtantif maupun secara komprehensif. Perubahan itu ada yang
dapat diamanati secara langsung ada pula yang tidak dapat diamati secara
langsung. Perubahan itu juga ada yang terjadi dalam jangka pendek ada
pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian, bagaimanapun
baiknya alat evaluasi yang digunakan hanya mungkin dapat mengungkap
sebagian tingkah laku dari keseluruhan hasil belajar yang sebenarnya.
Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal ini
dilakukan dengan mengetes hingga manakah hal itu dapat ditransferkan.
Evaluasi harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif terhadap
hasil belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan siswa
dalam belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Di samping itu
evaluasi dapat menjadi alat pengontrol bagi cara mengajar guru, serta
dapat membimbing murid untuk memahami dirinya (keunggulan dan
kelemahannya).
- Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Mursell mengemukakan bahwa evaluasi menurut syarat-syarat psikologis
bertujuan agar guru mengenal siswa selengkap mungkin dan agar siswa
mengenal dirinya sesempurna-sempurnanya. Di samping itu, evaluasi juga
berguna untuk meningkatkan hasil pengajaran, karena itu evaluasi tidak
dapat dipisahkan dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah penilaian
belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Penilaian harus dilakukan
oleh semua yang bersangkutan, bukan hanya guru tapi juga siswa sendiri,
dan harus ditinjau dari keseluruhan. Berdasarkan hasil evaluasi, guru
dapat mengetahui sampai di mana penguasaan bahan pelajaran atau
kecakapan masing-masing siswa.
Selain itu evaluasi juga dapat digunakan guru sebagai alat untuk
memperbesar motivasi belajar siswa, sehingga dapat mencapai prestasi
belajar yang lebih tinggi. Evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu
guru dalam mengambil keputusan-keputusan yang epektif dalam
pembelajaran. Gronlund mengemukakan ada tiga jenis keputusan yang dapat
dilakukan oleh guru berkaitan dengan proses evaluasi
- keputusan pada permulaan pengajaran
- keputusan pada saat pengajaran berlangsung, dan
- keputusan pada akhir pembelajaran
Keputusan pada awal pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai
sejauh mana kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki siswa untuk
memulai pelajaran (entering behavior), dan sejauh mana bahan pelajaran yang akan diberikan telah diketahui siswa (pre-test).
Keputusan pada saat pengajaran berlangsung berkaitan dengan tugas-tugas
belajar mana yang dapat dilakukan oleh siswa dengan baik, dan
tugas-tugas mana yang memerlukan pertolongan (perlu dibantu), siswa mana
yang menghadapi kesulitan dalam belajarnya sehingga memerlukan program
remedial. Keputusan pada akhir pengajaran berkaitan dengan informasi
tentang siswa manakah yang telah menguasai bahan pelajaran yang
diberikan serta dapat melanjutkan kepada program pengajaran berikutnya,
dan nilai apa yang harus diberikan kepada setiap murid.
Selanjutnya Gronlund mengemukakan bahwa evaluasi dalam pembelajaran
dapat membantu siswa (a) memperkuat motivasi belajarnya, (b) memperbesar
daya ingat dan transfer belajarnya, (c) memperbesar pemahaman siswa
terhadap keberadaan dirinya, dan (d) memberikan bahan unpan balik
tentang keefektifan pembelajaran.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi
dalam pembelajaran adalah meliputi (a) untuk melihat produktivitas dan
efektivitas kegiatan belajar mengajar, (b) untuk memperbaiki, dan
menyempurnakan kegiatan guru, (c) untuk memperbaiki, menyempurnakan dan
mengembangkan program belajar mengajar, (d) untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar
dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e) untuk menempatkan siswa dalam
situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.
Adapun fungsi utama evaluasi dalam
pembelajaran dapat dikelompokan ke dalam empat fungsi, yaitu (a)
formatif, evaluasi dapat memberikan unpan balik bagi guru sebagai dasar
untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program
remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang
dipelajari, (b) sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan
keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar siswa, serta
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (c) diagnostik, yaitu dapat
mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan),
yang mengalami kesulitan belajar, dan (d) seleksi dan penempatan, yaitu
hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan
siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui
keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator
keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi
pada peserta didik . Perubahan tingkah laku yang terjadi itu
dibandingkan dengan perubahanan tingkah laku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu, instrumen
evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak kepada tujuan dan isi
program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan
tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai dengan
keluasan dan kedalaman materi pelajaran yang diberikan. Hasil evaluasi
harus dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi
yang diperoleh betul-betul akurat mencerminkan keadaan siswa secara
objektif. Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk
perbaikan proses dan program selanjutnya. Evaluasi dalam pembelajaran
tidak semata-mata untuk menentukan ratting siswa melainkan juga harus
dijadikan sebagai teknik atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau alat
pendidikan evaluasi pembelajaran harus dikembangakan secara terencana
dan terintegratif dalam program pembelajaran, dilakukan secara kontinue,
mengandung unsur paedagogis, dan dapat lebih mendorong siswa aktif
belajar.
- Prinsip-prinsip Umum Evaluasi dalam Pembelajaran
Prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran sangat diperlukan sebagai
panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan
sumbangan penilaian dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian
ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan
pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip penilaiai tersebut,
Gronlund mengemukakan enam prinsip penialaian, yaitu tes hasil belajar
hendaknya:
- mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran,
- mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran,
- mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan,
- direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara khusus,
- dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati, dan
- dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Nana Sujana mengemukakan bahwa
penilaian hasil belajar hendaknya (a) dirancang sedemikian rupa sehingga
jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian
dan iterpretasi hasil penilaian, (b) menjadi bagian yang integral dari
proses belajar mengajar, (c) agar hasilnya obyektif, penilaian harus
menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif, (d)
diikuti dengan tindak lanjutnya.
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat
hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses
belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam
pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana
dikatakan Gronlund (1990: 5) merupakan proses yang sistematis tentang
mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan
sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari
Mardapi (2004: 19) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk
mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.
Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari
evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan
evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program
pembelajaran seharusnya dievaluasi disetiap akhir program tersebut, (2)
dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat
untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun
prasangka. bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam
evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah
terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan pendekatan
yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Norman E. Gronlund, Measurement and Evaluation in Teaching, Fifth Edition (New York : McMillan Publising, 1985).
Charles D. Hopkins & Richard L. Antes, Clasroom Measurement and
Evaluation, Third Edition ( Indiana : F.E Peacok Publisher, Inc. ,
1990)
James Mursell, Mengajar dengan Sukses, terjemahan S. Nasution (Bandung : C.V Jemars)
Robert L. Ebel, Essentials of Educational Measurement (Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice-Hall, Inc. 1986)
Sukardi, 2012, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), Jakarta: Bumi Aksara
Muri Yusuf, 2005, Evaluasi Pendidikan (Dasar-dasar dan Teknik), Universitas Negeri Padang
Suharisini Arikunto, 2012, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi kedua). Jakarta: PT Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar