(SUATU
TANTANGAN DAN HARAPAN)
Tugas utama untuk menjalankan amanat yang tercantum pada mukadimah UUD
45 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa diemban oleh para guru sebagai pendidik.
Dengan demikian, masa depan bangsa bergantung pada keberhasilan guru dalam melakukan
pendidikan.
Nation’s
future depends on teachers (Riley and Levine, 2012)
Negara-negara
seperti Malaysia, Singapura dan Korea Selatan sebagai contoh-contoh negara yang
memahami hal ini. Keperdulian mereka terhadap nasib guru dalam meningkatkan
kualitas pendidikan telah menuai kemajuan dalam pertumbuhan perekonomian dan
pembangunan bangsanya. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
1. Problematika profesi guru di
Indonesia
Terpujilah para guru yang
sangat berjasa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, walaupun dengan
tanpa penghargaan. Perjuangan para guru tidak mengenal tanda dan balas jasa.
Mereka mengabdi dengan tulus. Tak jarang mereka bekerja dengan tanpa bayaran
dalam mendidik anak bangsa.
Nasib guru dimasa lalu sangat
suram. Iwan Fals mengapresiasikan nasib guru dengan lantunan lagu Umar Bakri
sebagai professional yang telah lama mengabdi namun selalu makan hati. Bahkan mereka
yang telah dididik, banyak yang melupakan jasa-jasanya. Guru, nasibmu memang
selalu dikebiri.
Perhatian negara dan masyarakat
terhadap nasib guru boleh dikatakan sangat minim. Hal ini bahkan tercermin pada
usaha negara dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Untuk meningkatkan nilai
fungsional guru saja dilakukan syarat ketat sertifikasi pada kurun waktu
singkat dengan kebermaknaan yang tidak mungkin terukur dibandingkan dengan masa
kerja professional mereka.
Sertifikasi guru yang tidak
diikuti sosialisasi terhadap petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bahkan
membebani profesionalisme guru. Mereka dibingungkan dengan kewajiban minimum 24
jam tatap muka mengajar yang jarang terpenuhi.
Pemaksaan pelaksanaan tatap
muka di kelas ternyata tidak mengikuti pedoman perhitungan beban kerja guru
yang diterbitkan Ditjen PMPTK Depdiknas (2009). Guru dibebani minimum 24 jam
tatap muka riil, bukan ekivalen tatap muka. Untuk memenuhi jumlah tatap muka
riil, mereka hunting waktu mengajar ke berbagai sekolah, negeri maupun swasta.
Banyak Guru bahkan ditengarai memanipulasi waktu mengajar. Lalu kapan guru menjadi
benar-benar professional?
Kriteria profesionalisme guru
harus bergeser dari tatap muka minimum 24 jam real menuju standar kualitas
kinerja professional yang lebih realistis. Orientasi standar minimum jumlah jam
tatap muka riil dapat mengubur profesi dan profesionalisme guru dimasa depan.
Apalagi kalau profesionalisme guru hanya dimaknai sebagai pentransfer
pengetahuan seperti yang difahami selama ini.
Berkembangnya sekolah berbasis
teknologi seperti cyber-school atau yang lebih umum dikenal sebagai cyber-education
telah mengaburkan tidak hanya pada batasan ruang seperti batasan ruang kelas
dan batasan sekolah, juga mengaburkan batasan waktu dan pola dalam pendidikan
dan pembelajaran. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membentuk
tandon raksasa pengetahuan terhadap keilmuan, vokasi, teknologi, seni-budaya,
agama dan kemanusiaan yang dapat diakses dengan cepat oleh setiap insan. Dengan
demikian apakah tepat kalau profesionalisme guru hanya dinilai dari standar
waktu minimum 24 jam tatap muka riil di kelas dan standar keberhasilan dalam
mentransfer pengetahuan kepada siswa?
Perubahan orientasi terhadap
standar kualitas kinerja profesionalisme guru dimasa depan kalau disikapi
secara pesimis menjadi momok dilematis disamping kesejahteraan guru. Di satu
sisi guru dituntut menjadi professional dengan kriteria yang berbeda dari apa
yang diterapkan saat ini. Pada sisi lain di Indonesia, nasib guru masih
termarginkan sehingga mereka berfokus untuk lebih banyak memenuhi kebutuhan
primer hidupnya daripada melakukan peningkatan dan peremajaan kualitas kinerja profesionalisme
mereka.
2. Tuntutan profesionalisme guru
Guru secara definisi merupakan orang
yang melakukan pendidikan bagi peserta didik, anak-anak maupun orang dewasa,
A teacher is a person who provides education for
pupils or students (adaptasi dari en.wikipedia.org).
Tugas utama seorang guru adalah mendidik dan
mengelola pembelajaran yang mengantarkan para peserta didik menuju kedewasaan,
secara pribadi maupun dalam pengetahuan. Mengelola pembelajaran yang
dimaksudkan disini meliputi merencanakan, menyiapkan, melaksanakan,
mengevaluasi, mengontrol sampai merefleksikan keberhasilan sebagai outcome bagi
pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian, seorang guru disamping harus
menguasai kompetensi bidang studi juga harus menguasai kompetensi kepribadian,
sosial dan pedagogi dari bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya.
Berdasarkan hal ini para guru diharapkan dapat mewujudkan empat pilar
pendidikan yang dicanangkan Unesco (learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together) dalam membangun bangsa.
Tugas mulia mencerdaskan
kehidupan bangsa untuk membentuk nation
competitiveness menuntut guru menjadi professional dalam mendidik dan
mengelola pembelajaran. Hal ini tidak sekedar wacana tetapi berdasarkan pada
fakta adanya perkembangan pesat dibidang ipteks terutama di bidang teknologi
informasi dan komunikasi yang telah berdampak pada mengaburnya batas-batas
negara dalam globalisasi dan perubahan orientasi industri dari industri jasa
menjadi industri kreatif yang membutuhkan penguasaan konsep dan inovasi.
Perkembangan cyber-education
dengan pembelajaran online (online teaching and learning) dan
tuntutan tutorial secara offline (offline teaching and learning) telah
memunculkan inovasi berupa kombinasi pembelajaran yang dikenal sebagai blended learning. Hal ini benar-benar
menuntut para guru harus menguasai teknologi dalam memfasilitasi pembelajaran,
teachers of today and the future will use technology as a
tool to facilitate learning for themselves and their students (education
2020 team, 2012).
Trend perkembangan sekolah yang
tidak terbatas pada ruang kelas seperti home schooling, rombongan belajar (rombel)
paket penyetaraan dan sekolah inovatif yang lain beserta perkembangan berbagai
hal di atas mengkondisikan guru di samping sebagai pengajar juga selalu harus
belajar untuk meremajakan kualifikasi akademis, kepribadian, social, dan
pedagogisnya,
teachers
must also be learners (Florin and Sugioka, 2007)
Kecakapan kunci yang dibutuhkan para guru sebagai
pendidik menurut George Seimens (2010) meliputi kompetensi teknis,
experimentasi, autonomi, kreasi, berperan, pengembangan kemampuan.
Kompetensi teknis menuntun guru
mengetahui penggunaan teknologi pada jamannya sebagai alat yang merupakan
perpaduan kemampuan secara teknis dengan kesadaran terhadap peluang secara
pedagogi. Yang dimaksudkan dengan eksperimentasi adalah keharusan setiap guru
menjadi peneliti untuk memperbaiki pendekatan pembelajaran. Dengan autonomi, guru
sebagai pembelajar perlu mengalami nilai kontrol personal dalam artian setiap
siswa merupakan seorang guru. Yang dimaksud kreasi adalah guru sebagai pembelajar
perlu berkreasi, berproduksi, dan mengkonstruksi menuju produktive learning atau pembelajaran yang berorientasi produktif.
Berperan disini dimaksudkan sebagai eksplorasi kecakapan secara acak tanpa batas
akhir. Pengembangan kemampuan berguna untuk memberi tanggapan terhadap berbagai
kompleksitas.
Perubahan orientasi terhadap
standar kualitas profesionalisme guru dari standar waktu minimum 24 jam tatap
muka real di kelas dan standar keberhasilan dalam mentransfer pengetahuan
kepada siswa menjadi standar kinerja profesional yang lebih realistis
mengembalikan posisi guru ke basisnya, yaitu sebagai pendidik daripada hanya
sekedar transfer pengetahuan. Guru mendidik para siswa untuk dapat memaknai dan
memanfaatkan tandon raksasa berbagai pengetahuan yang tersebar dalam dunia
informasi elektronik sesuai dengan bakat dan minatnya dalam bidang studi yang
dipelajari.
Melalui productive education atau pendidikan berorientasi produktif, guru
mendidik siswa menjadi produktif dalam setiap mata pelajaran. Hal ini menjadi
wahana pendidikan untuk menuju target pendidikan pada kebutuhan manusia yang
tertinggi secara psikologi, yaitu penghargaan nyata. Pendekatan individual
semacam ini menumbuhkan keterampilan siswa secara natural sesuai dengan bakat
dan minat mereka. Sasaran target pada penghargaan menjadi motivasi terbesar
dalam pendidikan berorientasi produktif. Siswa bangga dan percaya diri terhadap
kemampuan dan hasil karyanya, baik barang, ide, maupun jasa. Dengan orientasi semacam ini, Guru melakukan
pendidikan secara optimal untuk mendewasakan anak bangsa dalam pengetahuan dan
kepribadian sehingga membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkarakter,
profesional, mandiri, produktif, berjiwa intrepreneur, dan berdaya saing
tinggi.
Berbagai orientasi perubahan
dan perkembangan serta tuntutan pemenuhan kompetensi berdasarkan kualifikasi
pendidik menjadi dasar pengembangan standar minimum kualitas guru dengan sertifikat
pendidik profesional. Hal ini dapat diraih melalui proses sertifikasi dengan
cara mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) maupun pendidikan
profesi guru (PPG). Guru yang bersertifikat pendidik profesional dilantik
sebagai guru profesional. Mereka yang tidak memiliki sertifikat pendidik profesional
tidak memiliki kualifikasi sebagai pendidik profesional sesuai dengan tuntutan
kompetensi dari masyarakat atau dari pasar kerja. Hal ini menjadi tantangan
utama bagi profesi guru dimasa mendatang terutama dalam mengembangkan jati diri
sebagai pendidik profesional, daya saing dan kesejahteraan.
Pemberian sertifikat pendidik profesional
seharusnya tidak menjadi akhir dari tujuan para guru, melainkan sebagai awal
dalam melakukan kinerja profesional. Berdasarkan kecakapan kunci yang
diperkenalkan di atas, banyak yang harus dilakukan seorang guru terhadap
tuntutan kompetensi pendidik di Indonesia. Dengan demikian para guru wajib
meningkatkan dan meremajakan kualifikasi mereka sebagai seorang pendidik agar
tetap berada diatas standar kualitas minimal seorang guru profesional yang
dibutuhkan.
3. Profesi guru sebuah harapan
Standar minimum kualitas
pendidik profesional di samping menjadi tantangan juga membawa angin segar
peluang berprofesi sebagai seorang guru. Profesionalisme ini dapat mengantarkan
profesi guru sebagai harapan dalam meraih kesejahteraan. Walaupun hal ini masih
membutuhkan perjuangan dan keberanian para guru profesional dalam menuntut
haknya di samping menjalankan kewajiban yang telah dilaksanakan dengan baik.
Kebutuhan guru baru profesional
di Indonesia antara 2010 hingga 2014 cukup tinggi, yaitu 747.898 (Ditpropen Ditjen PMPTK, 2009).
Besarnya kebutuhan ini berdasarkan rasio guru terhadap jumlah penduduk
Indonesia dan berdasarkan luas cakupan wilayah Indonesia. Banyak wilayah
Indonesia yang masih kekurangan guru, terutama daerah pelosok yang terpencil. Gerakan
Indonesia mengajar yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan guru di
wilayah-wilayah tersebut dan kebijakan sarjana mendidik di daerah 3T (Terdepan,
Terluar, Tertinggal) atau SM3T telah menciptakan peluang besar bagi anak bangsa
menjadi guru profesional diberbagai pelosok Indonesia.
Berbagai sekolah inovatif
dengan pendekatan individu seperti home schooling membuka gerbang baru dalam
memperluas lahan profesionalisme guru. Lahan ini semakin berkembang di
perkotaan seirama dengan semakin padatnya kesibukan masyarakat perkotaan yang
membatasi ruang gerak mereka untuk masuk ke sekolah-sekolah formal. Apalagi hal
ini mendapat lampu hijau dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Luasnya
wilayah Indonesia dan perbaikan tingkat perekonomian pada berbagai wilayah
Indonesia memungkinkan bentuk pendidikan inovatif ini dimasa-masa mendatang
semakin berkembang.
Pustaka
Dirjen PMPTK
Depdiknas, 2009, “Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas”, Jakarta:
Depdiknas.
Ditpropen
Ditjen PMPTK, 2009, “Kebutuhan Guru Nasional 2010 – 2014”, http://edukasi.kompasiana.com/ 2011/03/02/berapa-sih-kebutuhan-guru-di-indonesia,
download 9 Juli 2012.
Education 2020 team, 2012, “Who is the Teacher?”, http://education-2020.wikispaces.com/Who+is+the+Teacher%3F, download 9 Juli 2012.
Florin, L. dan Sugioka, S., 2007, “Change Issues in
Curriculum and Instruction/The Teacher as Learner and the Learner as Teacher”, http://en.wikibooks.org/wiki
/Change_Issues_in_Curriculum_and_Instruction/The_Teacher_as_Learner_and_the_Learner_as_Teacher,
download 9 juli 2012.
Riley, R.W. dan Levine, A., 2012, “Nation’s future depends on
teachers”, http://www.centredaily.com/2012/03/14/3125246/nations-future-depends-on-teachers.html,
download 9 juli 2012.
Siemens,
G., 2010, “It’s New! It’s New!”, http://www.elearnspace.org/blog/2010/11/08/its-new-its-new/,
download 9 Juli 2012.
1 komentar:
Selamat pagi Bapak/Ibu,
Untuk memperkaya ide praktikum kimia sekolah, tinggalkan nomor telepon di martin.susanto@bratachem.com (misal: membuat detergent bubuk, sabun mandi cair, sabun cuci piring, facial wash, dan puluhan lainnya).
Terima kasih dan salam,
Martin Susanto
Posting Komentar