Selasa, 16 April 2013

GURU MASA DEPAN

(SUATU TANTANGAN DAN HARAPAN)


                                                                                                                                                                                        
Tugas utama untuk menjalankan amanat yang tercantum pada mukadimah UUD 45 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa diemban oleh para guru sebagai pendidik. Dengan demikian, masa depan bangsa bergantung pada keberhasilan guru dalam melakukan pendidikan.  
Nation’s future depends on teachers (Riley and Levine, 2012)  
Negara-negara seperti Malaysia, Singapura dan Korea Selatan sebagai contoh-contoh negara yang memahami hal ini. Keperdulian mereka terhadap nasib guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan telah menuai kemajuan dalam pertumbuhan perekonomian dan pembangunan bangsanya. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
1.       Problematika profesi guru di Indonesia
Terpujilah para guru yang sangat berjasa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, walaupun dengan tanpa penghargaan. Perjuangan para guru tidak mengenal tanda dan balas jasa. Mereka mengabdi dengan tulus. Tak jarang mereka bekerja dengan tanpa bayaran dalam mendidik anak bangsa.
Nasib guru dimasa lalu sangat suram. Iwan Fals mengapresiasikan nasib guru dengan lantunan lagu Umar Bakri sebagai professional yang telah lama mengabdi namun selalu makan hati. Bahkan mereka yang telah dididik, banyak yang melupakan jasa-jasanya. Guru, nasibmu memang selalu dikebiri.
Perhatian negara dan masyarakat terhadap nasib guru boleh dikatakan sangat minim. Hal ini bahkan tercermin pada usaha negara dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Untuk meningkatkan nilai fungsional guru saja dilakukan syarat ketat sertifikasi pada kurun waktu singkat dengan kebermaknaan yang tidak mungkin terukur dibandingkan dengan masa kerja professional mereka.
Sertifikasi guru yang tidak diikuti sosialisasi terhadap petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bahkan membebani profesionalisme guru. Mereka dibingungkan dengan kewajiban minimum 24 jam tatap muka mengajar yang jarang terpenuhi.
Pemaksaan pelaksanaan tatap muka di kelas ternyata tidak mengikuti pedoman perhitungan beban kerja guru yang diterbitkan Ditjen PMPTK Depdiknas (2009). Guru dibebani minimum 24 jam tatap muka riil, bukan ekivalen tatap muka. Untuk memenuhi jumlah tatap muka riil, mereka hunting waktu mengajar ke berbagai sekolah, negeri maupun swasta. Banyak Guru bahkan ditengarai memanipulasi waktu mengajar. Lalu kapan guru menjadi benar-benar professional?
Kriteria profesionalisme guru harus bergeser dari tatap muka minimum 24 jam real menuju standar kualitas kinerja professional yang lebih realistis. Orientasi standar minimum jumlah jam tatap muka riil dapat mengubur profesi dan profesionalisme guru dimasa depan. Apalagi kalau profesionalisme guru hanya dimaknai sebagai pentransfer pengetahuan seperti yang difahami selama ini.
Berkembangnya sekolah berbasis teknologi seperti cyber-school atau yang lebih umum dikenal sebagai cyber-education telah mengaburkan tidak hanya pada batasan ruang seperti batasan ruang kelas dan batasan sekolah, juga mengaburkan batasan waktu dan pola dalam pendidikan dan pembelajaran. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membentuk tandon raksasa pengetahuan terhadap keilmuan, vokasi, teknologi, seni-budaya, agama dan kemanusiaan yang dapat diakses dengan cepat oleh setiap insan. Dengan demikian apakah tepat kalau profesionalisme guru hanya dinilai dari standar waktu minimum 24 jam tatap muka riil di kelas dan standar keberhasilan dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa?
Perubahan orientasi terhadap standar kualitas kinerja profesionalisme guru dimasa depan kalau disikapi secara pesimis menjadi momok dilematis disamping kesejahteraan guru. Di satu sisi guru dituntut menjadi professional dengan kriteria yang berbeda dari apa yang diterapkan saat ini. Pada sisi lain di Indonesia, nasib guru masih termarginkan sehingga mereka berfokus untuk lebih banyak memenuhi kebutuhan primer hidupnya daripada melakukan peningkatan dan peremajaan kualitas kinerja profesionalisme mereka.    
2.       Tuntutan profesionalisme guru
Guru secara definisi merupakan orang yang melakukan pendidikan bagi peserta didik, anak-anak maupun orang dewasa,
A teacher is a person who provides education for pupils or students (adaptasi dari en.wikipedia.org).
Tugas utama seorang guru adalah mendidik dan mengelola pembelajaran yang mengantarkan para peserta didik menuju kedewasaan, secara pribadi maupun dalam pengetahuan. Mengelola pembelajaran yang dimaksudkan disini meliputi merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi, mengontrol sampai merefleksikan keberhasilan sebagai outcome bagi pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian, seorang guru disamping harus menguasai kompetensi bidang studi juga harus menguasai kompetensi kepribadian, sosial dan pedagogi dari bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya. Berdasarkan hal ini para guru diharapkan dapat mewujudkan empat pilar pendidikan yang dicanangkan Unesco (learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together) dalam membangun bangsa.
Tugas mulia mencerdaskan kehidupan bangsa untuk membentuk nation competitiveness menuntut guru menjadi professional dalam mendidik dan mengelola pembelajaran. Hal ini tidak sekedar wacana tetapi berdasarkan pada fakta adanya perkembangan pesat dibidang ipteks terutama di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang telah berdampak pada mengaburnya batas-batas negara dalam globalisasi dan perubahan orientasi industri dari industri jasa menjadi industri kreatif yang membutuhkan penguasaan konsep dan inovasi.
Perkembangan cyber-education dengan pembelajaran online (online teaching and learning) dan tuntutan tutorial secara offline (offline teaching and learning) telah memunculkan inovasi berupa kombinasi pembelajaran yang dikenal sebagai blended learning. Hal ini benar-benar menuntut para guru harus menguasai teknologi dalam memfasilitasi pembelajaran,
teachers of today and the future will use technology as a tool to facilitate learning for themselves and their students (education 2020 team, 2012).
 Trend perkembangan sekolah yang tidak terbatas pada ruang kelas seperti home schooling, rombongan belajar (rombel) paket penyetaraan dan sekolah inovatif yang lain beserta perkembangan berbagai hal di atas mengkondisikan guru di samping sebagai pengajar juga selalu harus belajar untuk meremajakan kualifikasi akademis, kepribadian, social, dan pedagogisnya,
teachers must also be learners (Florin and Sugioka, 2007)
Kecakapan kunci yang dibutuhkan para guru sebagai pendidik menurut George Seimens (2010) meliputi kompetensi teknis, experimentasi, autonomi, kreasi, berperan, pengembangan kemampuan.
Kompetensi teknis menuntun guru mengetahui penggunaan teknologi pada jamannya sebagai alat yang merupakan perpaduan kemampuan secara teknis dengan kesadaran terhadap peluang secara pedagogi. Yang dimaksudkan dengan eksperimentasi adalah keharusan setiap guru menjadi peneliti untuk memperbaiki pendekatan pembelajaran. Dengan autonomi, guru sebagai pembelajar perlu mengalami nilai kontrol personal dalam artian setiap siswa merupakan seorang guru. Yang dimaksud kreasi adalah guru sebagai pembelajar perlu berkreasi, berproduksi, dan mengkonstruksi menuju produktive learning atau pembelajaran yang berorientasi produktif. Berperan disini dimaksudkan sebagai eksplorasi kecakapan secara acak tanpa batas akhir. Pengembangan kemampuan berguna untuk memberi tanggapan terhadap berbagai kompleksitas.
Perubahan orientasi terhadap standar kualitas profesionalisme guru dari standar waktu minimum 24 jam tatap muka real di kelas dan standar keberhasilan dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa menjadi standar kinerja profesional yang lebih realistis mengembalikan posisi guru ke basisnya, yaitu sebagai pendidik daripada hanya sekedar transfer pengetahuan. Guru mendidik para siswa untuk dapat memaknai dan memanfaatkan tandon raksasa berbagai pengetahuan yang tersebar dalam dunia informasi elektronik sesuai dengan bakat dan minatnya dalam bidang studi yang dipelajari.
Melalui productive education atau pendidikan berorientasi produktif, guru mendidik siswa menjadi produktif dalam setiap mata pelajaran. Hal ini menjadi wahana pendidikan untuk menuju target pendidikan pada kebutuhan manusia yang tertinggi secara psikologi, yaitu penghargaan nyata. Pendekatan individual semacam ini menumbuhkan keterampilan siswa secara natural sesuai dengan bakat dan minat mereka. Sasaran target pada penghargaan menjadi motivasi terbesar dalam pendidikan berorientasi produktif. Siswa bangga dan percaya diri terhadap kemampuan dan hasil karyanya, baik barang, ide, maupun jasa.  Dengan orientasi semacam ini, Guru melakukan pendidikan secara optimal untuk mendewasakan anak bangsa dalam pengetahuan dan kepribadian sehingga membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkarakter, profesional, mandiri, produktif, berjiwa intrepreneur, dan berdaya saing tinggi.  
Berbagai orientasi perubahan dan perkembangan serta tuntutan pemenuhan kompetensi berdasarkan kualifikasi pendidik menjadi dasar pengembangan standar minimum kualitas guru dengan sertifikat pendidik profesional. Hal ini dapat diraih melalui proses sertifikasi dengan cara mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) maupun pendidikan profesi guru (PPG). Guru yang bersertifikat pendidik profesional dilantik sebagai guru profesional. Mereka yang tidak memiliki sertifikat pendidik profesional tidak memiliki kualifikasi sebagai pendidik profesional sesuai dengan tuntutan kompetensi dari masyarakat atau dari pasar kerja. Hal ini menjadi tantangan utama bagi profesi guru dimasa mendatang terutama dalam mengembangkan jati diri sebagai pendidik profesional, daya saing dan kesejahteraan.
 Pemberian sertifikat pendidik profesional seharusnya tidak menjadi akhir dari tujuan para guru, melainkan sebagai awal dalam melakukan kinerja profesional. Berdasarkan kecakapan kunci yang diperkenalkan di atas, banyak yang harus dilakukan seorang guru terhadap tuntutan kompetensi pendidik di Indonesia. Dengan demikian para guru wajib meningkatkan dan meremajakan kualifikasi mereka sebagai seorang pendidik agar tetap berada diatas standar kualitas minimal seorang guru profesional yang dibutuhkan.
3.       Profesi guru sebuah harapan
Standar minimum kualitas pendidik profesional di samping menjadi tantangan juga membawa angin segar peluang berprofesi sebagai seorang guru. Profesionalisme ini dapat mengantarkan profesi guru sebagai harapan dalam meraih kesejahteraan. Walaupun hal ini masih membutuhkan perjuangan dan keberanian para guru profesional dalam menuntut haknya di samping menjalankan kewajiban yang telah dilaksanakan dengan baik.
Kebutuhan guru baru profesional di Indonesia antara 2010 hingga 2014 cukup tinggi, yaitu 747.898 (Ditpropen Ditjen PMPTK, 2009). Besarnya kebutuhan ini berdasarkan rasio guru terhadap jumlah penduduk Indonesia dan berdasarkan luas cakupan wilayah Indonesia. Banyak wilayah Indonesia yang masih kekurangan guru, terutama daerah pelosok yang terpencil. Gerakan Indonesia mengajar yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan guru di wilayah-wilayah tersebut dan kebijakan sarjana mendidik di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) atau SM3T telah menciptakan peluang besar bagi anak bangsa menjadi guru profesional diberbagai pelosok Indonesia.  
Berbagai sekolah inovatif dengan pendekatan individu seperti home schooling membuka gerbang baru dalam memperluas lahan profesionalisme guru. Lahan ini semakin berkembang di perkotaan seirama dengan semakin padatnya kesibukan masyarakat perkotaan yang membatasi ruang gerak mereka untuk masuk ke sekolah-sekolah formal. Apalagi hal ini mendapat lampu hijau dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia dan perbaikan tingkat perekonomian pada berbagai wilayah Indonesia memungkinkan bentuk pendidikan inovatif ini dimasa-masa mendatang semakin berkembang.
Pustaka      
Dirjen PMPTK Depdiknas, 2009, “Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas”, Jakarta: Depdiknas.
Ditpropen Ditjen PMPTK, 2009, “Kebutuhan Guru Nasional 2010 – 2014”, http://edukasi.kompasiana.com/ 2011/03/02/berapa-sih-kebutuhan-guru-di-indonesia, download 9 Juli 2012.
Education 2020 team, 2012, “Who is the Teacher?”, http://education-2020.wikispaces.com/Who+is+the+Teacher%3F, download 9 Juli 2012.
Florin, L. dan Sugioka, S., 2007, “Change Issues in Curriculum and Instruction/The Teacher as Learner and the Learner as Teacher”, http://en.wikibooks.org/wiki /Change_Issues_in_Curriculum_and_Instruction/The_Teacher_as_Learner_and_the_Learner_as_Teacher, download 9 juli 2012.
Riley, R.W. dan Levine, A., 2012, “Nation’s future depends on teachers”, http://www.centredaily.com/2012/03/14/3125246/nations-future-depends-on-teachers.html, download 9 juli 2012.
Siemens, G., 2010, “It’s New! It’s New!”, http://www.elearnspace.org/blog/2010/11/08/its-new-its-new/, download 9 Juli 2012.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Selamat pagi Bapak/Ibu,
Untuk memperkaya ide praktikum kimia sekolah, tinggalkan nomor telepon di martin.susanto@bratachem.com (misal: membuat detergent bubuk, sabun mandi cair, sabun cuci piring, facial wash, dan puluhan lainnya).
Terima kasih dan salam,
Martin Susanto