Membumikan Kimia dengan Mengenal Bahan Kimia
Di dunia ini tidak bisa lepas dari
adanya zat-zat kimia, meskipun dalam keseharian orang awam tidak
menyebut itu zat-zat kimia. Sepertinya makna zat kimia di masyarakat
mengalami penyempitan makna sehingga banyak yang tidak tahu bahwa yang
mereka gunakan, mereka sentuh, semua mengandung zat-zat kimia. Zat-zat
kimia dalam masyarakat sering hanya dibedakan menjadi zat kimia
berbahaya dan zat kimia tidak berbahaya sedangkan yang biasa atau yang
banyak dijumpai sering tidak disebut sebagai zat kimia. Ini aneh memang,
tapi itulah kebiasaan yang terjadi di masyarakat umum.
Sebagai guru
kimia, tentu punya tanggung jawab untuk menginformasikan tepatnya
membiasakan siswa untuk mengenal berbagai bahan yang ada di sekitar
untuk mengetahui zat-zat apa saja yang dikandung suatu bahan tersebut.
Pencarian dengan mesin pencari tentu adalah satu-satunya cara termudah.
Dengan mengetahui berbagai zat yang
terkandung dalam suatu bahan tentu dimungkinkan siswa untuk bisa membuat
bahan itu sendiri jika ketersediaan zat-zat penyusun bahan itu ada dan
terjangkau. Seperti saat saya di sd, smp (tahun 80-an), dahulu guru
keterampilan sudah mulai mengenalkan bagaimana membuat sabun sendiri,
dan lain-lain. Guru saya ketika itu berbekal buku panduan sederhana
mengajarkan kami untuk membuat sesuatu. Meskipun secara keilmuan
barangkali guru saya pun tidak tahu apa yang terjadi selama proses
pembuatan sabun itu. Tapi kami senang, bahwa ternyata kami bisa membuat
sabun sendiri.
Jaman sekarang tidak perlu guru lagi yang
mengajarkan, siswa atau siapapun bisa melakukannya sendiri dengan
berbekal informasi (tepatnya resep) dari internet. Namun sering siswa
sering tidak peka, kurang mau “bereksperimen” untuk membuat bahan-bahan
yang diperlukan dalam keseharian, padahal mungkin di daerahnya untuk
mendapatkan zat-zat kimia guna membuat bahan itu tidak sulit. Beda kalau
memang zat-zat yang diperlukan itu langkah.
Dari berbagai bahan yang disebut dalam
resep pembuatan suatu bahan, sering hanya menggunakan nama dagang, bukan
zat kimia yang disebutnya. Inilah menariknya ketika siswa yang fokus
pada IPA sedikit banyak harus mengetahui. Sayangnya hal-hal seperti itu
seolah memutus hubungan antara dunia nyata dengan dunia persekolahan.
Akibatnya siswa (bahkan beberapa guru kimia sendiri) akan gagap dengan
bahan atau zat kimia yang sering dijumpai dalam keseharian. Sekali lagi
kini hal itu bukan perkara sulit, tinggal ketikkan nama bahan maka kita
dapat mengetahui kandungan di dalam bahan tersebut terdapat zat kimia
apa.
Misalnya salah satu bahan pembuat bahan
pembersih lantai salah satunya adalah arkopal. Arkopal ini ternyata zat
ini merupakan nama lain dari Nonylphenoxypoly(ethyleneoxy)ethanol yang
memiliki rumus kimia dan rumus struktur seperti yang terpampang di bawah
ini.
Ini hanya sebatas pengenalan, setidaknya
mereka tahu bahwa “makhluk” yang disebut arkopal itu seperti itu. Tentu
saja hal-hal seperti itu tidak perlu harus dihafal, karena mereka kini
sedang berada dalam belajar pengenalan ilmu kimia, sebab seorang ahli
kimia saja belum tentu hafal rumus kimia sekaligus rumus struktur dari
arkopal itu, kecuali memang ia sedang menggelutinya. Hal-hal seperti itu
anggap-lah sebagai rekreasi dalam belajar kimia
Selama ini praktikum di sekolah sering
sangat kaku, hanya yang ada di buku pelajaran saja. Kegiatan-kegiatan
praktikum di sekolah tentu tidak harus melulu text book, bisa sesekali
atau teragendekan dengan jelas bahwa siswa setelah menyelesaikan bab ini
dapat membuat sesuatu untuk pokok bahasan tertentu. Ini tentu akan
mendekatkan ilmu kimia sebagai pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Menjadikan kimia membumi, terasa aplikatif-nya, tidak sekedar
mempelajari konsep, rumus, berhitung, berteori dan menjadikan kimia
kering dari bahan-bahan kimia itu sendiri. Saya kira ini sudah sering
dilakukan oleh guru-guru kimia yang dengan ketelatenannya mengajak siswa
mengenal dunia keseharian dengan kimia.
Suatu ketika dalam pembelajaran saya
tanya kepada siswa, apa kandungan alkohol yang dijual di apotik itu.
Siswa kebanyakan tidak tahu. Sepertinya sering dalam pembelajaran mereka
berpikir “sedang di langit”, contoh sederhananya ketika saya menyebut
air, siswa pasti hanya terpikir H2O saja. Mereka kadang tak menyadari
(lupa terpikir) itu adalah cairan yang setiap hari ia minum, ia gunakan
untuk membersihkan badan dan pakaian. Mereka seolah macet pikirannya,
air adalah H2O itu saja. Mengapa ini sering terjadi. Yah karena siswa
sendiri tidak diakrabkan dengan dengan dunia nyata dalam pelajaran kimia
itu sendiri. Apalagi jika tersebut bahan-bahan yang asing di
pendengarannya, mereka seolah enggan membayangkan itu zatnya seperti apa
dan seterusnya, mereka enggan perduli. Mereka hanya fokus pada pokok
bahasan yang sedang ia hadapi saja. Bahkan kalaupun ia ingin tahu sudah
keburu ia ingin fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung, mengenai
bahan asing masa bodoh toh tidak ditanya pada saat ujian.
Penyebab inti dari semua itu adalah
kekurangingintahuan siswa tentang sesuatu, guru kurang merangsang siswa
untuk memuaskan rasa keingintahuannya tentang kimia itu sendiri.
Akibatnya pelajaran kimia dianggap tidak lebih sebagai pelajaran saja.
Karena tekanan sekedar belajar ini mereka lantas takut memikirkan
apalagi mengeksplorasi lebih lanjut tentang apa-apa yang bisa ia dapat
dari pelajaran yang berlangsung. Di sinilah peran guru kimia diperlukan,
menjadikan pelajaran kimia membumi. Berbagai keterbatasan tentu dapat
dicarikan alternatif, misalnya tidak ada bahan nyata, bisa dengan
melihat video atau gambar. Internet sungguh menjadi alternatif yang
tiada tara
Catatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
- Bahan: barang yang akan dibuat menjadi barang yang lain.
- Zat: bahan yang merupakan pembentuk (bagian-bagian yang mendukung) suatu benda.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar