Guru berusaha membimbing siswa agar dapat
menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar
dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka,
sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai
individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik.
Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin
individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka
tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di
samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang.
Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah
yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Hubungan guru dan siswa seperti halnya
seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar
tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman
itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah
sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga
agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit
yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan
sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan memberi
obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru tidak
dapat memaksa agar siswanya jadi ”itu” atau jadi ”ini”. Siswa akan
tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat
yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing
agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan
bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran
guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas
hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya
Lebih jauh, Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai pembimbing
dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami
kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih
dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah
siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh
konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan
masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu masalah yang
termasuk kategori ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar
pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum
minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan.
Dalam konteks organisasi layanan
Bimbingan dan Konseling, di sekolah, peran dan konstribusi guru sangat
diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan
dan Konseling di sekolah. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan
tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling
adalah :
- Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
- Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
- Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konselor.
- Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang menuntut konselor memerlukan pelayanan khusus. seperti pengajaran/latihan perbaikan, dan program pengayaan.
- Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
- Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
- Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
- Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Jika melihat realita bahwa di Indonesia
jumlah tenaga konselor profesional memang masih relatif terbatas, maka
peran guru sebagai pembimbing tampaknya menjadi penting. Ada atau tidak
ada konselor profesional di sekolah, tentu upaya pembimbingan
terhadap siswa mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah
tersedia tenaga konselor profesional, guru bisa bekerja sama dengan
konselor bagaimana seharusnya membimbing siswa di sekolah. Namun jika
belum, maka kegiatan pembimbingan siswa tampaknya akan bertumpu pada
guru.
Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
- Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
- Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
- Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas.
- Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar