Abu vulkanik yang bertebaran usai letusan gunung api Kelud bisa
mengganggu aktivitas warga maupun tertundanya keberangkatan pesawat
terbang. Abu vulkanik ini terdiri dari batuan berukuran besar hingga
yang berukuran kecil atau halus.
Wikipedia menerangkan, abu
vulkanik memiliki ukuran diameter kurang dari 2mm (0,079 inci),
dihasilkan selama letusan magma yang memproduksi piroklastik (bebatuan
vulkanik) yang berbeda-beda, tergantung pada proses erupsi. Beberapa
jenis
mineral muncul pada abu vulkanik, bergantung pada kandungan kimia
dari magma gunung api yang meletus.
Unsur yang paling berlimpah
dalam magma adalah silika (SiO2) dan oksigen. Letusan erupsi rendah dari
basal (batuan beku) memproduksi karakteristk abu berwarna gelap yang
mengandung 45-55 persen silika yang kaya akan zat besi (Fe) dan
magnesium (Mg).
Gas-gas utama dilepaskan selama aktivitas gunung
api adalah air, karbon dioksida, sulfur dioksida, hidrogen, hidrogen
sulfida, karbon monoksida dan hidrogen klorida. Kandungan belerang dan
gas halogen serta logam ini dihapus dari atmosfer oleh proses reaksi
kimia.
Abu atau kerikil besar bisa jatuh sampai radius lima sampai
tujuh kilometer dari kawah gunung api yang meletus. Sementara yang
berukuran lebih kecil bisa terbawa angin hingga ratusan kilometer,
bahkan ribuan kilometer.
Abu yang halus ini berbahaya, karena
bentuknya yang kecil tidak terlalu dapat terlihat oleh mata. Sehingga,
dapat terhirup dan bisa menyebabkan radang paru-paru.
Tercatat
pada 1883, gunung Krakatau meletus dan memunculkan abu vulkanik yang
menyebar selama berhari-hari. Selain itu, gunung Galunggung juga pernah
meletus pada 1982, abu vulkaniknya bahkan sampai ke daratan Australia.
Meskipun
menimbulkan polusi udara, abu vulkanik ini bisa dijadikan sebagai pupuk
tanaman. Seperti yang dilakukan sebagian petani di Kecamatan
Karangmojo, Gunungkidul, DIY. Tidak hanya itu, unsur silika dan alumunia
memungkinkan abu vulkanik sebagai bahan pozolan, pengganti semen untuk
bahan bangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar