Setiap bahasa memiliki istilah sendiri untuk air. Dalam bahasa Swahili disebut maji. Dalam bahasa Denmark disebut vand. Dalam bahasa Jepang disebut mizu. Meski kata-kata itu menggambarkan zat paling umum dan paling penting bagi kehidupan, secara linguistik mereka tidak sama. Maklum saja, kata-kata tersebut berevolusi karena berasal dari tiga benua yang terpisah dan tradisi yang sangat beragam.
Namun ada satu — dan hanya satu-satunya — kata yang diucapkan secara sama di hampir setiap bahasa yang dikenal umat manusia. Kata itu adalah “mama.”
“Mama” merupakan sebuah kata universal yang menggambarkan wanita yang memberikan kasih sayang saat kita berada dalam kondisi terlemah. Meskipun banyak bahasa memiliki kata pengganti resmi buat ibu, kata mama yang lebih intim tetap sama dalam setiap bahasa.
Namun kata “mama” tidak muncul dari cinta. Itu terjadi karena dua hal: Mulut bayi kecil yang malas, dan payudara.
Penelitian mengenai “mama dan papa” sebagai kata universal dilakukan ahli linguistik Roman Jakobson asal Rusia. Dia menjelaskan bahwa vokalisasi termudah bagi seorang manusia yaitu mengucapkan kata-kata vokal dengan mulut terbuka.
Bayi bisa mengeluarkan huruf vokal (tangisan) sejak hari pertama. Dan mereka selalu mengucapkannya itu saat mereka mulai bereksperimen dengan mengucapkan suara-suara lainnya, bayi akan mencoba beberapa suara konsonan yang lebih mudah.
Biasanya mereka mulai dengan suara yang dibuat dengan mulut tertutup, atau “suara bibir” seperti /m/ /p/ /b/. Bayi mengumpulkan energi mereka untuk mengucapkan suara konsonan baru dengan “MMMM” dan kemudian beristirahat dengan mengucapkan suara huruf vokal, biasanya “ah” dengan mulut terbuka – yang sangat mudah untuk dilakukan. Ketika Anda menggabungkan itu dengan ucapan alami bayi yang berulang-ulang, atau “bergumam,” Anda akan mendengar “ma-ma,” “ba-ba,” “pa-pa,” dan seterusnya.
Lalu kenapa bayi lebih suka mengucapkan “m” ketimbang “p” atau “b”? Tentu saja karena payudara! Huruf “m” sangat mudah diucapkan mulut bayi ketika berada dalam pelukan dada ibunya. Bahkan sebagai orang dewasa, kita masih suka mengucapkan “mmm” untuk sesuatu yang lezat dan enak. Begitu juga bayi Anda.
Hasil penelitian Jakobson menyatakan bahwa bayi Anda tidak tahu nama Anda adalah Mama, (atau Papa dalam hal ini). Mama tidak berarti “Aku sayang kamu, wahai wanita bidadari yang baik, wanita yang mengorbankan waktu tidur, pelindung, dan sosok yang tegas dan cantik.” Kata itu berarti “makanan.”
Jadi ketika seorang bayi memanggil ayahnya “mama,” dan semakin marah saat ayahnya tidak menjadi mama, sesungguhnya anak itu tidak menanyakan ibunya. Anak itu mengetahui bahwa dada ayahnya yang rata dan berbulu bukanlah payudara ibunya yang biasa menyusuinya. Dan ibu yang menyusuinya atau dot pengganti yang biasa dipegangnya, harus tersedia secepat mungkin.
Penelitian Jakobson mendahului gerakan feminis, dan tidak terlalu menyinggung peran pria sebagai pengasuh. Kita bisa mengasumsikan perkembangan pola yang sama dari perkembangan pelafalan ucapan bayi, namun disesuaikan kembali dengan bimbingan orangtua, jadi bayi segera mengetahui bahwa dengan mengatakan “da da” dia akan mendapatkan makanan, bahkan tanpa harus melihat payudara ibunya.
Para orangtua mendorong kemampuan bicara bayi, dan membantu dalam memperbaiki perubahan nada suaranya sesuai dengan bahasa mereka. Dengan segera “mama” dan “papa” mulai mewakili sosok sesungguhnya dalam kehidupan anak itu, tak peduli betapa beragamnya kehidupan mereka.
Jadi jika anak terbangun di malam hari meminta vand, mizu, atau maji, kemungkinan mereka meminta Mama untuk menyediakan minuman untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar