Sabtu, 11 Mei 2013

Memperkaya Karakter dengan Program Homestay (+1)



Memburu hadiah di Pasar Asemka Jakarta untuk hadiah bagi anak-anak di lokasi homestaySekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk belajar dan mengembangkan potensi akademik maupun nonakademik siswa. Sebagai bagian dari lingkaran pembentukan karakter, sekolah dan orang tua sebagai salah satu stake holder mempunyai kewajiban secara bersama-sama mengembangkan pola pembelajaran di luar sekolah yang erat kaitannya dengan pembentukan karakter ini.
Salah satu cara yang digunakan sekolah saya adalah dibuatnya Program Homestay. Program yang dirancang khusus dengan mencari rumah-rumah penduduk di suatu daerah tertentu untuk dijadikan tempat tinggal sementara bagi siswa, berlangsung
tiga sampai empat hari. Bertujuan untuk melatih empati siswa, meningkatkan kecerdasan emosional mereka, dan belajar melakukan penelitian ilmiah sederhana di lingkungan yang mereka kunjungi.
Program ini merupakan salah satu program yang dengan sadar dilakukan oleh sekolah dengan mengajak semua pihak yang secara langsung berhubungan dengan program ini untuk bersama-sama memberikan pelajaran bagi siswa dalam bentuk apapun. Sebagai gambaran, program homestay yang dilakukan oleh siswa meliputi beberapa kegiatan yang melibatkan mereka baik secara kepanitiaan kecil maupun siswa secara keseluruhan:
1. Panitia siswa membuat proposal yang isinya merupakan rancangan kegiatan Homestay secara keseluruhan. Keterlibatan langsung akan terjalin antara siswa dan guru pembimbing. Di sini anak-anak akan belajar bagaimana membuat proposal kegiatan yang ditujukan untuk sekolah, orang tua, yayasan, dan perusahaan-perusahaan sponsor. Biasanya mereka akan mencari sendiri perusahaan-perusahaan yang bersedia. Mereka, bahkan mencari sendiri hadiah-hadiah untuk adik-adik kecilnya di lokasi homestay hingga Pasar Asemka, Jakarta Kota.
2. Panitia siswa melakukan survey dan mencari tempat yang tepat untuk dijadikan basis homestay. Pencarian tempat harus memenuhi syarat yang sebelumnya telah disepakati. Biasanya, sesuai tujuannya untuk melatih empati dan bagaimana berperilaku di rumah orang lain yang berbeda dengan lingkungan mereka, rumah yang mereka akan tempati harus mempunyai orang tua asuh yang bekerja. Entah itu pedagang, petani, ataupun profesi lainnya. Di lingkungan tersebut diupayakan ada sekolah yang biasanya dijadikan tempat bagi siswa untuk mengajar. Pada kesempatan survey ini, siswa berinteraksi langsung dengan aparat pemerintahan seperti Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, atau Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas, Ketua Karang Taruna, dan siapa saja yang berkaitan dengan program homestay yang akan mereka lakukan.
Memburu hadiah di Pasar Asemka Jakarta untuk hadiah bagi anak-anak di lokasi homestay
3. Siswa yang tidak menjadi panitia akan dibagi-bagi ke dalam beberapa kelompok, di mana mereka akan melakukan kegiatan yang berbeda setiap harinya di tempat mereka homestay. Misalnya, hari pertama:
Kelompok 1, 2 dan 3 akan ke sekolah dasar yang ada di sekitar lokasi homestay untuk melakukan kegiatan motivasi ringan dan memberikan pelajaran tambahan plus games kepada para siswa. Di sini mereka akan berinteraksi langsung dengan siswa SD dan guru-guru di sekolah tersebut. Mereka merasakan bagaimana susahnya menjadi guru yang harus mengatur anak-anak didik dengan susah payah.
anak-anak "menjadi guru " di SD terdekat
anak-anak “menjadi guru ” di SD terdekat
Bersama dengan siswa siswi SDN Gunung Picung 07
Bersama dengan siswa siswi SDN Gunung Picung 07
Kelompok 4 dan 5 akan mengikuti orang tuanya bekerja. Makanya, profesi yang dicari adalah profesi yang bisa diikuti oleh siswa. Contoh, ketika mereka homestay di Pangalengan yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pemetik teh, sedari jam 4 pagi anak-anak sudah berangkat naik bukit untuk ikut orang tuanya memetik teh. Pulang dari bukit, mereka tak henti-hentinya merasa takjub dengan beratnya pekerjaan orang tua asuh mereka, sementara penghasilan yang diperolehnya setiap hari tidaklah banyak. Bahkan, menurut perhitungan mereka, uang jajan yang mereka terima dari orang tuanya setiap hari masih lebih banyak ketimbang penghasilan para pemetik teh ini. Mereka lalu membayangkan bagaimana pula orang tuanya bekerja seharian dari subuh hingga malam baru tiba di rumah. Sebuah pelajaran berharga yang kami harap dapat mereka petik tentang bagaimana menghargai orang tua dan pengorbanannya selama ini.
2012-12-18 10.28.45
4. Panitia siswa akan mencari sponsor untuk membantu pendanaan. Dana ini biasanya dipakai untuk membantu warga membuat WC umum, memperbaiki musholla, dan sebagainya. Bantuan orang tua juga bisa disalurkan dalam bentuk barang atau obat-obatan untuk puskesmas. Di sini siswa akan berhubungan dengan pihak perusahaan yang akan menjadi sponsor dan orang tua. Mereka juga akan saling membantu untuk proses pendistribusian bantuan ini.
2012-12-19 09.15.28
5. Sebagai pertanggungjawaban akan kegiatan yang telah mereka lakukan, panitia harus membuat laporan kegiatan dan laporan keuangan. Siswa dituntut untuk melaporkan sejujur-jujurnya dan seteliti mungkin tentang apa dan berapa dana yang sudah mereka keluarkan.
6. Seluruh siswa, secara perkelompok akan melakukan penelitian ilmiah tentang apa yang mereka temukan di lokasi homestay. Misalnya, ketika homestay di Pangalengan, siswa meneliti tanaman obat apa saja yang tumbuh di sana, atau siswa meneliti bagaimana perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah berangkat ke gunung.
anak-anak putri membuka kelas berhijab untuk para ibu di musholla
anak-anak putri membuka kelas berhijab untuk para ibu di musholla
Anak-anak putri juga membuka kelas Tari Saman untuk anak-anak di Lokasi Homestay
Anak-anak putri juga membuka kelas Tari Saman untuk anak-anak di Lokasi Homestay
Nah. Beginilah program homestay yang biasa kami lakukan setiap tahun. Beberapa kegiatan tentu saja akan disesuaikan dengan lokasi yang kami singgahi. Diharapkan, interaksi yang terjadi dari adanya perbedaan tingkat perekonomian, pekerjaan, kebiasaan, atau apapun yang mereka jumpai di rumah tinggal sementara mereka, dapat memberikan pelajaran berharga bagi pembentukan sikap dan perilaku mereka.
Siswa harus beradaptasi dengan MCK penduduk di Desa Gunung Picung Bogor
Siswa harus beradaptasi dengan MCK penduduk di Desa Gunung Picung Bogor
Adaptasi yang harus mereka lakukan ternyata tidak mudah. Semisal, ketika toilet di rumah mereka begitu nyaman, sementara tempat MCK penduduk yang mereka datangi sangat minim dan bahkan dilakukan dalam tempat yang sama atau tidak layak, mengharuskan mereka bangun lebih pagi untuk mandi lebih pagi juga dalam keadaan masih gelap.
Jika di rumah mereka masih merengek untuk mengganti menu masakan, di tempat yang mereka kunjungi, mereka makan seadanya. Bahkan dari hari ke hari kadang-kadang mereka menemukan lauk yang dimakannya sama, yaitu rebusan daun singkong dan sambal terasi. Dengan begitu, mudah-mudahan mereka tak lagi menyia-nyiakan nasi ransum di sekolah yang kadang tak habis mereka makan dan dibuang percuma.
Jika tiap hari mereka masih datang terlambat untuk tiba di sekolah, walaupun dengan kendaraan yang mereka bawa, di rumah orang tua asuh, mereka mendapati adik-adik kecilnya berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya untuk tiba di sekolah tanpa terlambat bahkan sejak matahari belum menyembulkan dirinya.
Sebagai guru, saya percaya benar, pembelajaran yang hakiki adalah ketika dia sudah menyentuh relung hati nurani yang paling dalam. Ketika nurani itu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Ketika nurani itu mampu mengajak kepada suatu pekerjaan yang bermanfaat buat orang banyak.

Tidak ada komentar: