Binatang-binatang liar bisa memprediksi gempa bumi beberapa pekan
sebelum bencana itu terjadi dan dengan kamera yang bisa melacak
pergerakan mereka, manusia bisa menciptakan sistem pendeteksi dini
bencana yang lebih murah, demikian kata para ilmuwan, Selasa
(24/3/2015).
Kesimpulan itu, yang dimuat dalam jurnal Physics and Chemistry of the Earth, didasarkan pada penelitian yang digelar di hutan Amazon di Peru. Para ilmuwan memasang sejumlah kamera untuk mengamati perilaku binatang liar selama periode tiga pekan sebelum gempa berkekuatan 7 skala Richter mengguncang Peru pada 2011 silam.
Kesimpulan itu, yang dimuat dalam jurnal Physics and Chemistry of the Earth, didasarkan pada penelitian yang digelar di hutan Amazon di Peru. Para ilmuwan memasang sejumlah kamera untuk mengamati perilaku binatang liar selama periode tiga pekan sebelum gempa berkekuatan 7 skala Richter mengguncang Peru pada 2011 silam.
Berdasarkan pengamatan para peneliti, 23 hari sebelum gempa berlangsung mereka hanya merekam paling banyak lima binatang per hari. Sementara di hari-hari sebelumnya mereka lazimnya melihat 15 binatang setiap harinya.
Tujuh sampai lima hari sebelum bencana itu terjadi tak ada binatang yang terekam oleh kamera. Fenomena itu dinilai tidak biasa, terutama di area hutan hujan tropis seperti Amazon.
Sebelumnya para ilmuwan yakin bahwa binatang bisa memprediksi gempa bumi, tetapi tidak ada bukti ilmiah yang mendukung asumsi itu.
Rachel Grant, pakar biologi yang memimpin penelitian itu, mengatakan bahwa studi mereka adalah yang pertama yang menunjukkan menurunnya aktivitas binatang sebelum sebuah gempa bumi terjadi.
"Binatang punya potensi untuk menjadi alat prediksi gempa bumi dan bisa bersandingan dengan alat pendeteksi bencana lainnya," kata Grant.
"Sistem ini bisa digunakan di negara rawan gempa. Biayanya murah dan mudah diterapkan, karena membutuhkan tenaga untuk memantau perilaku binatang. Satelit tak diperlukan lagi," imbuh dia.
Selain memantau perilaku binatang, para peneliti dalam riset itu juga menganalisis perubahan atmosfer Bumi dua pekan sebelum gempa terjadi. Perubahan atmosfer biasanya terjadi ketika permukaan Bumi mengalami tegangan menjelang gempa.
Perubahan ini lazimnya bisa meningkatkan level hormon sorotonin dalam aliran darah. Hal ini punya efek samping pada baik manusia dan binatang, seperti memantik kegelisahan, hiperaktivitas, dan agitasi.
Dari pengamatan itu Grant dkk melihat adanya fluktuasi di atmosfer di sekitar pusat gempa, terutama delapan hari sebelum gempa Peru. Perubahan pada atmosfer itu bertepatan dengan adanya perubahan perilaku binatang di Amazon.
Perubahan atmosfer memengaruhi semua spesies binatang di hutan Amazon, tetapi adalah binatang pengerat seperti tikus yang pertama kali menghilang dari kamera para ilmuwan. Binatang-binatang pengerat itu sudah raib delapan hari sebelum gempa. Binatang pengerat memang yang paling sensitif terhadap aktivitas seismik Bumi. (Reuters)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar