JAKARTA - Sertifikasi
halal untuk produk obat dinilai guru besar Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) UI, Hasbullah Thabrany justru membahayakan rakyat.
Ini bisa terjadi jika obat yang dinyatakan haram, pasien tidak mau
mengonsumsi, padahal jika tidak mengonsumsi obat itu bisa bikin
penyakitnya makin merajalela dan meninggal."Konsumsi obat tidak bisa disamakan dengan konsumsi makanan atau minuman. Obat merupakan produk yang dikonsumsi dalam kondisi darurat," kata Hasbullah Thabrany di Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Menurutnya, obat dikonsumsi dalam kondisi mendesak, sehingga dari sisi hukum, soal halal haram mestinya tidak dipermasalahkan. "Obat juga tidak dikonsumsi tiap hari. Hanya ketika sakit seseorang mengonsumsi obat. Alhasil, sertifikasi obat dirasakan tidak terlalu mendesak," katanya.
Hasbullah menyatakan soal halal haram memang kontroversial. Yang paling penting, semua pihak harus memahami sifat alamiah obat yang berbeda dengan makanan atau pakaian, di mana orang boleh ambil boleh beli atau tidak. Sementara obat, seseorang harus mengonsumsi agar kembali pulih.
"Obat termasuk vaksin bersifat strategis dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa manusia, hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat oleh mereka yang terpaksa, dan tidak dikonsumsi dalam jumlah berlebihan sehingga memenuhi syarat untuk tidak diharamkan," katanya.
Pilihan konsumsi obat itu bukan pilihan tapi konsumsi darurat, barang haram di kondisi darurat bisa halal.
"Yang juga harus dipahami, saat ini hampir 95 persen bahan baku obat merupakan impor. Ini juga menimbulkan persoalan baru, industri tentu harus memeriksa bahan baku itu langsung misal ke Amerika Serikat atau Eropa," katanya.
Hasbulan mengusulkan soal halal untuk obat ini baik tidak usah diatur oleh pemerintah atau DPR melalui regulasi. Ini karena obat karena sifatnya darurat itu sifatnya halal, jangan terlalu kaku.
"Saya kira ulama-ulama, masyarakat terlalu terpaku halal haram terhadap makanan, padahal terpenting selamatkan dulu orang banyak," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar